Anggaran Bansos Era Prabowo Rp 110 Triliun, Terbesar dalam Sejarah

Anggaran Bansos Era Prabowo Rp 110 Triliun, Terbesar dalam Sejarah

Jakarta

Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf atau Gus Ipul mengungkap pencapaian satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Gus Ipul menjelaskan nilai anggaran bantuan sosial (bansos) di era Prabowo tertinggi sepanjang sejarah Indonesia.

“Pagu anggaran tahun 2025 ini ada Rp 71 triliun untuk 20 juta KPM. Tapi di era Bapak Presiden Prabowo itu dinaikkan menjadi Rp 110 triliun lebih, dan ini mungkin terbesar dalam sepanjang sejarah,” ujar Gus Ipul kepada wartawan seusai mengunjungi SRMA 33 Tangerang Selatan, Minggu (19/10/2025).

Gus Ipul menjelaskan, kenaikan anggaran bansos ini sebagai bentuk kepedulian Presiden Prabowo kepada masyarakat kelas bawah. Dia menyebut Prabowo juga ingin penerima bansos itu bisa naik kelas alias tidak selamanya mendapat bansos.

“Presiden tidak ingin berhenti hanya pada memberi bansos. Presiden ingin naik ke pemberdayaan. Maka itu sampai membentuk Menko Pemberdayaan. Karena Presiden juga punya fokus untuk supaya yang dapat bansos ini naik kelas lewat program-program pemberdayaan pemerintah,” jelasnya.

Menurut Gus Ipul, dalam satu tahun terakhir telah ada puluhan ribu masyarakat Keluarga Penerima Manfaat (KPM) tidak lagi menerima bansos.

Dia menambahkan, program-program Presiden Prabowo soal pengetasan kemiskinan terbilang sukses. Salah satu program yang menurutnya jadi andalan pengetasan kemiskinan adalah Sekolah Rakyat.

Gus Ipul menyebut Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) jadi satu hal lain pencapaian pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Menurutnya, DTSEN ini jadi cara pemerintah membuat langkah strategis untuk mengeksekusi program-program seperti di bidang perlindungan sosial, jaminan sosial, rehabilitasi sosial, hingga pemberdayaan sosial.

“Supaya kita bisa melangkah dengan baik tempat sasaran diminta oleh Presiden untuk memulai dengan konsolidasi data. Maka itu Presiden menerbitkan yang namanya Inpres no. 4 tahun 2025. Sebelumnya Indonesia tidak pernah memiliki satu data,” tegasnya.

(ygs/ygs)