JAKARTA – Kroasia menghentikan pengiriman minyak ke Serbia pada Kamis setelah perusahaan minyak milik Rusia, NIS, terkena sanksi AS, yang membahayakan pasokan bahan bakar ke satu-satunya kilang minyak sekaligus importir terbesar negara Balkan tersebut.
AS memberlakukan sanksi terhadap NIS, salah satu aset energi Rusia terakhir yang tersisa di Eropa, pada Januari sebagai bagian dari langkah yang lebih luas untuk mengisolasi aset-aset tersebut. Namun, serangkaian keringanan sanksi menunda langkah-langkah tersebut hingga Kamis, 9 Oktober, ketika NIS menyatakan tidak akan ada penundaan lebih lanjut.
Operator pipa JANAF, yang mengirimkan minyak mentah ke Serbia dari Kroasia, mengatakan mereka telah menghentikan pengiriman minyak mentah ke Serbia dan berencana untuk berekspansi ke pasar lain.
“Terhitung mulai 8 Oktober 2025, kemungkinan pelaksanaan lebih lanjut dari kegiatan yang dikontrakkan telah berakhir,” kata JANAF dalam pernyataan dilansir Reuters.
Langkah ini mempersulit pembelian bahan bakar ke Serbia, dan pada hari Kamis telah memengaruhi warga Serbia yang mengisi bahan bakar di pompa bensin.
NIS memberi tahu pelanggan setianya, mereka tidak dapat membeli bensin dari sekitar 350 SPBU-nya dengan American Express, Mastercard, atau Visa, dan reporter Reuters melihat seorang pria ditolak oleh kasir pada hari Kamis.
Sementara itu, maskapai yang membeli bahan bakar jet dari NIS, termasuk maskapai nasional Air Serbia, kini menghadapi harga yang lebih tinggi, kata para ahli.
“Lisensi khusus dari Departemen Keuangan AS, yang memungkinkan kelancaran operasional bisnis, belum diperpanjang,” kata NIS.
Gazprom Neft memegang 44,9% saham di perusahaan tersebut, dan unit investasi Gazprom memiliki sekitar 11,3% saham. Pemerintah Serbia memiliki 29,9% saham. Kepemilikan saham mayoritas Rusia memicu sanksi.
Meskipun demikian, direktur ritel NIS, Bojana Radojevic, mengatakan SPBU akan tetap beroperasi dan NIS menyatakan telah mengamankan cukup minyak untuk tetap mengoperasikan kilangnya di Pančevo, dekat Beograd, yang memiliki kapasitas tahunan 4,8 juta metrik ton.
“Tidak ada batasan terkait jumlah yang dapat dikonsumsi, jadi mereka tidak perlu menimbun,” kata Radojevic.
