Sidoarjo (beritajatim.com) – Permasalahan data menjadi kendala utama bagi tim evakuasi dalam mengumumkan jumlah pasti korban tragedi ambruknya musholla Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Sidoarjo. Hingga penutupan operasi evakuasi pada Selasa (7/10/2025), tidak ada kepastian jumlah total korban yang diumumkan secara resmi oleh petugas.
Sebelumnya, tim evakuasi sempat menyebut total korban mencapai 171 orang. Dari jumlah tersebut, 104 orang dinyatakan selamat, sedangkan 67 korban meninggal dunia. Namun, dari 67 kantong jenazah yang ditemukan, delapan di antaranya hanya berisi potongan tubuh, sehingga total pasti korban belum dapat dipastikan.
Hamida Soetadji, warga Sedati, Sidoarjo, yang juga keluarga korban, mengaku tidak ada pendampingan dari pihak pengurus pondok terhadap wali santri usai tragedi memilukan itu terjadi. Perempuan yang akrab disapa Mimid itu mengatakan, keluarga korban bahkan harus menyerahkan sendiri data pembanding untuk keperluan identifikasi.
“Penyempurnaan data tambahan itu baru terjadi kemarin, harusnya hal tersebut dilakukan empat atau lima hari yang lalu. Data tambahan itu diperlukan untuk percepatan proses administrasi identifikasi,” ujar Mimid, Selasa (7/10/2025).
Mimid menduga, pihak pondok gagal memberikan data valid kepada petugas karena belum memperbarui data santri. Ia mencontohkan, beberapa hari lalu petugas kepolisian mendatangi rumah lamanya di Jalan Mojo, padahal keluarganya sudah pindah ke Sedati sejak enam bulan lalu.
“Kami sudah melapor ke pihak pondok enam bulan lalu kalau santri atas nama Mochamad Muhfi Alfian sudah pindah rumah ke Sidoarjo. Namun, polisi tetap datang ke rumah lama. Artinya, pihak pondok tidak menghiraukan dan mengupdate data para santri yang sudah dilaporkan oleh walinya,” jelasnya.
Pasca tragedi, pihak pengurus pondok disebut juga tidak segera memperbaiki data administrasi. Menurut Mimid, tim Basarnas bahkan harus mencari sendiri data santri yang menjadi korban.
“Keluarga saya santri di situ bernama Muhfi sampai hari ini tidak diketahui keberadaannya atau mungkin belum teridentifikasi oleh tim DVI. Hal itu apakah datanya kurang sehingga belum ditemukan kecocokan data di ante mortem dan post mortem,” ungkap Mimid.
Atas peristiwa tersebut, Mimid mendesak aparat kepolisian untuk mengusut tuntas tragedi yang menelan korban jiwa terbanyak sepanjang 2025 ini. Ia menduga ada unsur kelalaian yang menyebabkan insiden tersebut terjadi.
“Keluarga mendesak pihak kepolisian untuk melakukan pemeriksaan (kepada pihak ponpes). Karena tragedi ini sudah ada unsur pidananya. Tetap harus ada yang bertanggung jawab atas tragedi bencana non alam ini karena bangunan itu tidak ambruk secara alami,” pungkasnya. [ang/ian]
