BPOM Temukan Bakteri Salmonella di Menu MBG Diduga Penyebab Keracunan Massal

BPOM Temukan Bakteri Salmonella di Menu MBG Diduga Penyebab Keracunan Massal

Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengungkapkan dugaan penyebab keracunan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) berasal dari zat mikrobiologis dan kimia.

Kepala BPOM Taruna Ikrar menyebut temuan yang dikonfirmasi sebesar 17%, di mana terdapat bakteri salmonella hingga zat kimia bernama histamin.

“Dari pemantauan kami bahwa at least terkonfirmasi, yaitu 17-16% dari data kami yaitu mikrobiologi yaitu staphylococcus aureus, bacillus cereus, salmonella serta dari kimia terkonfirmasi yaitu histamin,” kata Ikrar dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Rabu (1/10/2025).

Sedangkan, kata Ikrar, mikrobiologi yang diduga menyebabkan keracunan adalah syaphylococcus aureus, bacillus cereus, salmonella, escherichia coli, clostridium perfringens, dan histamin.

Ikrar menjelaskan bakteri tersebut muncul di menu MBG karena kontaminasi silang dari bahan mentah, lingkungan maupun penjamah pangan selama proses pengolahan makanan.

Kemudian pertumbuhan dan perkembangan bakteri karena ketidak sesuain suhu dan waktu, serta kegagalan pengendalian keamanan pangan seperti higenitas dan sanitasi.

Sebab, dalam temuan BPOM terdapat 18 dari 19 SPPG yang bermasalah belum memiliki standar kualitas dapur higenis.

Dapur itu juga baru mulai beroperasi kurang lebih dari 1 bulan.

Dalam paparannya, Ikrar menyampaikan bahwa dapur tersebut tidak melakukan pemilihan, penerimaan, dan penyimpanan bahan baku sesuai standar hingga fasilitas yang tidak sesuai standar BGN dan CPPOB.

Hal ini juga dikonfirmasi oleh Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayan bahwa beberapa dapur tidak melaksanakan SOP yang berlaku. 

“Kita bisa identifikasi bahwa kejadian itu rata-rata karena SOP yang kita tetapkan tidak dipatuhi dengan seksama seperti contohnya pembelian bahan baku yang seharusnya H-2, kemudian ada yang membeli H-4,” jelas Dadan.

Begitupun pada proses pengiriman yang lebih dari 6 jam, sedangkan optimalnya hanya 4 jam.

Tak hanya itu, beberapa dapur memasak sampai 9 jam yang mengakibatkan keterlambatan pengiriman.

Dadan juga menemukan bahan makanan yang tidak higenis karena adanya pergantian supplier bahan makanan.

“Supplier lamanya sudah biasa mensupply ikan cakalang dengan kualitas baik. Kemudian karena ingin mengakomodir potensi sumber daya lokal, nelayan lokal, kemudian supplier-nya diganti dengan supplier lokal dan kelihatannya secara kualitas supplier bahan baku belum bisa menandingi supplier lama,” terangnya.