JAKARTA – CEO Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), Rosan Roeslani membeberkan sejumlah manfaat program waste to energy atau pengolahan sampah menjadi energi dibandingkan dengan Tempat Pengolahan Akhir (TPA) sampah.
Dikatakan Rosan, program ini dapat mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 50 hingga 80 persen.
Penumpukan sampah di TPA dapat menghasilkan kurang lebih 2-3 persen emisi gas rumah kaca nasiona
“Pertama mengurangi emisi gas kaca hingga 50-80 persen, menghasilkan energi terbarukan, dan punya penghemat 90 persen penggunaan lahan,” ujar Rosan, Selasa, 30 September.
Dia menambahkan, dalam program ini Danantara akan berperan sebagai penghubung antar pihak yang terlibat.
Rosan bilang, sebelumnya pemerintah daerah memiliki anggaran untuk tipping fee atau biaya mengirimkan sampah ke TPA. Dengan adanya program ini, biaya tersebut dapat ditiadakan.
“Jadi tidak ada lagi beban tipping fee yang dikembangkan kepada perusahaan daerah, tetapi itu semua akan diabsorb langsung oleh PLN, yang kemudian PLN akan menciptakan subsidi dari pemerintah pusat,” beber dia.
penemuan saat ini, 1.000 ton sampah dapat menghasilkan 15 MW yang akan berkontribusi lebih dari kebutuhan listrik 20.000 rumah tangga.
“Kalau saya ke Jepang, ke China, dan juga beberapa negara juga, ke Jerman. Itu kami sudah menggunakan waste to energy yang sangat-sangat besar. Dan memang ini adalah salah satu alternatif yang semata-mata yang diingat tidak hanya dari energi yang dihasilkan,” pungkasnya.
Lebih lanjut, Rosan menyebut, melalui program dirinya berharap agar pemerintah-pemerintah daerahdapat berpartisipasi aktif dalam pengendalian sampah di masing-masing daerah.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, sampah yang dibutuhkan untuk menghasilkan energi listrik adalah sebesar 1.000 ton untuk 15 MW listrik bagi 20.000 rumah tangga.
Untuk program ini, lanjut Rosan, dibutuhkan lahan seluas 4 hingga 5 hektar.
“Lahan untuk kami, kurang lebih 4-5 hektare untuk kapasitas seribu ton per hari,” tandas Rosan.
