JAKARTA – Revisi Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) tak melarang pejabat setingkat eselon 1 untuk rangkap jabatan sebagai komisaris. Pemerintah dan Komisi VI DPR RI hanya menyepakati larangan rangkap jabatan untuk menteri dan wakil menteri (wamen).
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan revisi Undang-Undang (UU) BUMN hanya mengakomodir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 128-PUU-XXIII-2025 terkait larangan rangkap jabatan untuk menteri dan wamen.
Namun, Supratman bilang larangan rangkap jabatan sebagai di BUMN tidak berlaku bagi pejabat eselon I kementerian.
“Kan yang sekarang diputuskan oleh MK hanya menteri dan wakil menteri yang tidak boleh merangkap. Sampai hari ini belum ada (larangan untuk eselon I),” ujarnya di di Gedung DPR, Jakarta, Jumat, 26 September.
Menurut Supratman, wakil pemerintah tetap dibutuhkan di struktur BUMN untuk melakukan pengawasan. Serta, memastikan kebijakan perusahaan bisa sejalan dengan kepentingan negara.
“Ya (masih bisa eselon I) karena memang wakil pemerintah kan harus ada di sana,” kata Supratman.
Sekadar informasi, MK melalui putusan nomor 128/PUU-XXIII/2025 melarang rangkap jabatan tak hanya untuk setingkat menteri tetapi juga wakil menteri (wamen). Mengacu pada putusan MK tersebut, masa transisi diberikan selama dua tahun agar pemerintah memiliki waktu menyesuaikan aturan tersebut.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VI DPR sekaligus Ketua Panja Revisi UU BUMN Andre Rosiade mengatakan Panitia Kerja (Panja) telah melaksanakan serangkaian rapat dalam rangka pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.
Andre bilang ada 11 poin dalam revisi UU tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Salah satunya, kata Andre, pengaturan terkait lembaga yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang BUMN dengan nomenklatur Badan Pengaturan BUMN yang selanjutnya disebut BP BUMN.
“Jadi tadi namanya Badan Pengaturan BUMN yang selanjutnya disebut BP BUMN,” katanya.
Berikut rincian 11 poin perubahan yang tertuang dalam Revisi UU BUMN:
1. Pengaturan terkait lembaga yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang BUMN dengan nomenklatur Badan Pengaturan BUMN yang selanjutnya disebut BP BUMN.
2. Menambah kewenangan peran BP BUMN dalam mengoptimalkan peran BUMN.
3. Pengaturan dividen saham seri A Dwi Warna dikelola langsung oleh BP BUMN atas persetujuan Presiden.
4. Larangan rangkap jabatan untuk Menteri dan Wakil Menteri pada Direksi Komisaris dan Dewas atau Dewan Pengawas BUMN sebagai tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi.
5. Menghapus ketentuan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas bukan merupakan penyelenggara negara.
6. Kesetaraan gender bagi karyawan BUMN yang menduduki jabatan Direksi Komisaris dan Jabatan Manajer di BUMN.
7. Perlakuan perpajakan atas transaksi yang melibatkan Badan Holding Operasional, Holding Investasi atau pihak ketiga yang diatur dalam peraturan Pemerintah.
8. Mengatur pengecolian pengurusan BUMN yang ditetapkan sebagai alat fiskal dari BP BUMN
9. Pengaturan kewenangan pemeriksaan keuangan BUMN oleh Badan Pemeriksa Keuangan
10. Pengaturan mekanisme peralian dari Kementerian BUMN kepada BPBUMN.
11. Pengaturan jangka waktu rangkap jabatan Menteri atau Wakil Menteri sebagai organ BUMN sejak putusan Mahkamah Konstitusi diucapkan, serta pengaturan substansial lainnya.
