Fakta-fakta Sindikat Pembobol Rekening Dormant Rp204 Miliar di BRI dan BNI

Fakta-fakta Sindikat Pembobol Rekening Dormant Rp204 Miliar di BRI dan BNI

Bisnis.com, JAKARTA – Kasus penculikan dan pembunuhan kepala kantor cabang PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BRI) di Cempaka Putih, Jakarta Pusat ternyata membuka tabir adanya sindikat pembobolan rekening tak aktif atau rekening dormant. 

Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri telah menangkap sembilan orang tersangka terkait kasus pembobolan rekening dormant milik Bank BUMN.

Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Polisi Helfi Assegaf menjelaskan bahwa 9 orang tersangka itu berinisial AP (50), GRH (43), C alias K (41), DR (44), NAT (36), R (51), TT (38), DH (39), dan IS (60). Masing-masing tersangka memiliki latar belakang yang berbeda, mulai dari warga sipil, anggota TNI, hingga pegawai bank BUMN. 

Dia mengungkapkan bahwa dua tersangka pembobol rekening dormant (pasif) senilai Rp204 miliar, juga terlibat dalam kasus pembunuhan kepala cabang (kacab) bank yang tengah ditangani Polda Metro Jaya.

“Terdapat dua orang tersangka berinisial C alias K [41] serta DH [39] sebagai sindikat jaringan pembobolan dana nasabah yang menargetkan rekening dormant, yang juga terlibat dalam kasus penculikan terhadap Kacab Bank BRI,” kata Dirtipideksus Brigjen Pol. Helfi Assegaf di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (25/9/2029).

Dalam kasus pembunuhan Kacab Bank BRI Cabang Cempaka Putih berinisial MIP (37) yang juga terkait dengan rencana pembobolan rekening dormant, keduanya berperan sebagai otak perencana.

C berperan mengatur pertemuan dengan DH, merancang rencana, hingga menyiapkan perangkat IT untuk memindahkan uang dari rekening dormant ke rekening penampung. C pula yang mengklaim punya data rekening-rekening dormant yang siap dipindahkan.

Lalu ada DH yang menghadiri pertemuan, menghubungi tersangka lain untuk mencari tim penculik, menyiapkan orang-orang yang akan membuntuti korban, sekaligus mengatur skenario penculikan.

Sementara itu, dalam kasus pembobolan rekening dormant senilai Rp204 miliar di kantor cabang Bank BNI di Jawa Barat, tersangka C berperan sebagai aktor utama dalam kegiatan pemindahan dana.

“C mengaku sebagai [anggota] Satgas Perampasan Aset yang menjalankan tugas negara secara rahasia,” kata Helfi.

Sedangkan DH berperan sebagai pihak yang bekerja sama dengan pelaku pembobol bank untuk melakukan pembukaan blokir rekening dan memindahkan dana yang terblokir.

Barang bukti kasus pembobolan rekening dormant di BNI-BRI. JIBI/Sholahuddin Al Ayyubi

Modus Pembobolan Rekening Dormant Rp204 Miliar 

Selain C dan DH, penyidik Dittipideksus juga menetapkan tujuh tersangka lainnya dalam kasus pembobolan rekening dormant senilai Rp204 miliar.

Pertama, dari kelompok pelaku karyawan, penyidik menetapkan dua tersangka, yaitu AP (50) dan GRH (43).

Tersangka AP, kata Helfi, selaku kepala cabang pembantu bank berperan memberikan akses ke aplikasi core banking system kepada pelaku pembobol bank untuk memindahkan dana secara in absentia atau tanpa kehadiran fisik nasabah.

“Sedangkan tersangka GRH selaku consumer relation manager bank, berperan sebagai penghubung antara kelompok jaringan sindikat pembobol bank dan kepala cabang pembantu,” imbuhnya. 

Kedua, dari kelompok pelaku pembobol, penyidik menetapkan lima tersangka yang salah satunya C.

Adapun empat tersangka lainnya, kata Helfi, memiliki peran berbeda-beda. Tersangka DR (44) berperan sebagai konsultan hukum yang melindungi kelompok pelaku pembobolan bank serta aktif dalam perencanaan eksekusi pemindahan dana secara in absentia.

Lalu, tersangka NAT (36) selaku mantan teller bank berperan melakukan akses ilegal aplikasi core banking system dan melakukan pemindahbukuan secara in absentia ke sejumlah rekening penampungan.

Kemudian, tersangka R (51) berperan sebagai mediator yang bertugas mencari dan mengenalkan kepala cabang kepada pelaku pembobol bank dan menerima aliran dana hasil kejahatan.

“Terakhir, tersangka TT (38) berperan sebagai fasilitator keuangan ilegal yang bertugas mengelola uang dan menerima aliran dana hasil kejahatan,” ucapnya. 

Ketiga, dari kelompok pelaku pencucian uang, penyidik menetapkan dua tersangka, yakni DH dan IS. Adapun tersangka IS (60) berperan sebagai pihak yang bekerja sama dengan pelaku pembobolan bank yang menyiapkan rekening penampungan dan menerima uang hasil kejahatan.

Konferensi pers Bareskrim Polri soal kasus pembobolan rekening dormant di BNI-BRI. JIBI/Sholahuddin Al Ayyubi
Bobol Rekening Hanya dalam 17 Menit 

Bareskrim Polri mengungkapkan para tersangka pembobol rekening dormant (pasif) pada kantor cabang Bank BNI di Jawa Barat, memindahkan uang senilai Rp204 miliar ke rekening penampung dalam waktu 17 menit.

Brigjen Pol. Helfi Assegaf menerangkan bahwa pada awalnya, jaringan sindikat pembobol bank tersebut bertemu dengan kepala cabang pembantu salah satu Bank BNI di Jawa Barat yang berinisial AP pada Juni 2025. Pertemuan itu, kata Helfi, untuk merencanakan pemindahan dana yang ada di dalam suatu rekening dormant.

“Jaringan sindikat pembobol bank yang mengaku sebagai satgas perampasan aset, menjelaskan cara kerja serta peran masing-masing dari mulai persiapan, pelaksanaan eksekusi, sampai tahap timbal balik hasil,” katanya.

Dalam prosesnya, sindikat pembobol memaksa kepala cabang bank untuk menyerahkan user ID aplikasi core banking system milik teller dan kepala cabang.

“Apabila tidak mau melaksanakan, akan terancam keselamatan kepala cabang tersebut beserta seluruh keluarganya,” ujarnya.

Kemudian pada akhir bulan Juni 2025, sindikat pembobol bank selaku eksekutor dan kepala cabang bersepakat untuk melakukan eksekusi pemindahan dana rekening dormant pada hari Jumat pukul 18.00 WIB atau mendekati hari libur. Helfi mengungkapkan waktu itu dipilih oleh para tersangka untuk menghindari sistem deteksi bank.

Kepala cabang pun menyerahkan user ID aplikasi core banking system miliknya dan milik teller kepada salah satu eksekutor, yakni NAT yang merupakan mantan teller bank.

NAT kemudian melakukan akses ilegal pada aplikasi core banking system dengan melakukan pemindahan dana dari rekening dormant secara in absentia atau tidak hadir di tempat senilai Rp204 miliar ke lima rekening penampung.

“[Pemindahan] dilakukan dengan 42 kali transaksi dalam waktu 17 menit,” ujar Helfi.

Pihak bank kemudian menemukan adanya transaksi mencurigakan dan melaporkan kepada Bareskrim Polri. Atas adanya laporan tersebut, penyidik pada Subdit II Perbankan Dittipideksus Bareskrim Polri berkomunikasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri dan memblokir harta kekayaan hasil kejahatan maupun transaksi aliran dana tersebut.

Uang Curian Ditukar jadi Valas 

Bareskrim Polri mengungkapkan bahwa uang hasil membobol rekening dormant di kantor cabang Bank BNI di Jawa Barat yang sebesar Rp204 miliar ditukar oleh para pelaku menjadi valuta asing (valas).

“Untuk bentuk pencucian uangnya, yaitu salah satunya dengan menukarkan uang tersebut dengan uang valas yang dipindahkan ke rekening pihak lain yang menjadi penampungan,” kata Brigjen Pol. Helfi Assegaf. 

Helfi mengatakan, pihaknya telah memeriksa pihak penjual valas atau money changer yang terkait dengan para pelaku. Selain itu, penyidik juga tengah mendalami tujuan dilakukannya pembobolan rekening dormant.

“Terkait peruntukannya, mereka tidak ada informasi yang disampaikan, tapi yang jelas, mereka berbagi setelah nanti mendapatkan hasil dari transaksi ilegal tersebut,” kata Helfi.

Lebih lanjut, jenderal polisi bintang satu itu mengungkapkan bahwa sosok pemilik rekening dormant yang dibobol adalah S yang merupakan seorang pengusaha tanah. Akan tetapi, Helfi tidak membeberkan lebih lanjut mengenai sosok S tersebut. 

Pasal yang disangkakan, yaitu Pasal 49 ayat (1) huruf a dan ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan juncto Pasal 55 KUHP dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp200 miliar.

Lalu, Pasal 46 ayat (1) jo. Pasal 30 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2004 perubahan kedua atas perubahan UU Tahun 2008 tentang ITE dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp600 juta.

Kemudian, Pasal 82 pasal 85 UU Nomor 3 Tahun 2011 tentang transfer dana dengan ancaman hukuman yaitu 20 tahun penjara dan denda Rp20 miliar.

Terakhir, Pasal 3, 4, 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang (TTPU) dengan ancaman penjara 20 tahun dan denda Rp10 miliar.