Bisnis.com, SURABAYA – Mahasiswa yang aktif dalam gelaran Aksi Kamisan yang dilaksanakan di New York, Amerika Serikat, disebut-sebut menerima ancaman pencabutan beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).
Melansir dari unggahan akun media sosial X @barengwarga, pergerakan serta aktivitas dari para mahasiswa diaspora yang aktif dalam gerakan Aksi Kamisan New York City tersebut juga telah diawasi dengan ketat dan dilakukan secara diam-diam.
Merespons ihwal tersebut, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Mendikti Saintek), Brian Yuliarto mengaku bahwa dirinya belum menerima informasi mengenai isu ancaman pencabutan beasiswa LPDP terhadap mahasiswa Indonesia yang aktif dalam Aksi Kamisan New York City tersebut.
Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB) tersebut pun menyebut akan memeriksa secara detail mengenai informasi dalam unggahan yang viral di media sosial tersebut, yang hingga pukul 16.25 WIB telah dilihat oleh sebanyak 622 ribu warganet X.
“Oh, saya belum dapat informasi [mengenai isu ancaman pencabutan beasiswa mahasiswa Indonesia yang aktif dalam Aksi Kamisan New York City] ya, nanti saya cek seperti apa, oke,” ungkap Brian seusai meresmikan tujuh gedung Universitas Airlangga di Gedung Manajemen Kampus C UNAIR, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (25/9/2025).
Berdasarkan pantauan Bisnis terhadap akun media sosial Instagram Aksi Kamisan New York City, @aksikamisannyc, aksi terakhir yang digelar adalah aksi Kamisan edisi ke-17 di American Museum of Natural History, Manhattan, dengan topik “Fasisme dan Rasisme dalam Pengaburan Sejarah Pemerkosaan Massal Mei 98”. Tertera dalam keterangan unggahan media sosial tersebut, acara itu digelar pada Kamis (19/6/2025) silam.
Sebagai informasi, Aksi Kamisan pertama kali diadakan pada Kamis, 18 Januari 2007 silam, dengan nama Aksi Diam.
Aksi Kamisan biasa diadakan setiap Kamis pukul 16.00 WIB. Selama satu jam, peserta akan berdiri mengheningkan cipta di depan Istana Kepresidenan, dengan mengenakan pakaian serba hitam dan membawa payung hitam. Peserta Aksi Kamisan akan memperingati para korban pembunuhan besar-besaran pada 1965-1966, serta penculikan pada 1998 di Indonesia. Aksi ini dipelopori oleh Katarina Sumarsih dan Suciwati, serta Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK).
Adapun Sumarsih adalah ibu dari Bernardus Realino Norma Irmawan atau Wawan yang meninggal usai ditembak aparat saat Tragedi Semanggi I pada 13 November 1998. Sementara Suciwati adalah istri Munir Said Thalib, seorang pejuang HAM yang dibunuh dalam penerbangan saat hendak menempuh studi ke Belanda.
Aksi Kamisan yang rutin diselenggarakan di depan Istana Negara ini terinspirasi dari aksi damai sekelompok ibu di pusat kota Buenos Aires, Argentina yang tergabung dalam Asociacion Madres de Plaza de Mayo. Di sana, mereka menuntut tanggung jawab negara atas pembunuhan dan penghilangan paksa anak-anak oleh Junta Militer Argentina pada 1977.
Dalam Aksi Kamisan, biasanya para demonstran menggunakan atribut serba hitam yakni kaos dan payung. Warna hitam dipilih sebagai lambang keteguhan duka cita mereka yang berubah menjadi cinta kasih kepada korban dan sesama. Payung merupakan lambang perlindungan dan Istana Presiden sebagai lambang kekuasaan.
