Bisnis.com, JAKARTA — Komisi IX DPR RI memastikan bahwa pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Ketenagakerjaan yang baru dimulai akan menghasilkan UU baru, bukan merupakan revisi UU.
Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani Chaniago menyampaikan bahwa parlemen menerima pelbagai masukan dan pokok pikiran 22 konfederasi serikat buruh dalam rapat panitia kerja (Panja) RUU Ketenagakerjaan pada hari ini.
“Sehingga nanti undang-undang ini yang akan kami buat, itu justru undang-undang baru, ya, bukan revisi. Undang-undang ini akan dikerjakan secara komprehensif,” kata Irma dalam rapat di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (23/9/2025).
Politisi Partai Nasdem ini lantas menyinggung proses legislasi UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja alias Omnibus Law Ketenagakerjaan yang saat itu berlangsung di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.
Irma memandang bahwa proses legislasi tersebut banyak memicu reaksi masyarakat sipil, termasuk buruh, sehingga parlemen dan pemerintah disebutnya juga perlu berbenah diri.
Oleh karena itu, dia menyebut bahwa DPR bakal duduk bersama kalangan buruh hingga pengusaha untuk membahas secara terperinci mengenai pokok-pokok rancangan beleid baru ini.
“Semuanya akan kami akomodir satu demi satu masukan-masukan yang betul-betul bisa membuat undang-undang ini menjadi undang-undang yang memang bermaslahat,” tutur Irma.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh menegaskan apabila pembahasan ini memuat perubahan hingga 80% dari UU yang ada, maka pihaknya akan mengeluarkan UU baru.
Mengingat usulan buruh yang banyak menggarisbawahi perihal perlindungan pekerja, maka dia mengusulkan draf ini diberi nama RUU Perlindungan dan Kesejahteraan Pekerja.
Diberitakan sebelumnya, sejumlah serikat buruh bersama Komisi IX DPR RI mulai membahas Rancangan Undang-undang tentang Perubahan UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan (RUU Ketenagakerjaan). Kalangan buruh menyampaikan pandangan dan masukan terkait pokok-pokok pikiran terkait rancangan beleid tersebut.
Pandangan pertama disampaikan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), yang diwakili Roy Jinto. Dia menekankan bahwa berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), pembahasan ini berlaku untuk UU yang baru, bukan revisi UU.
“Karena ini adalah Undang-undang yang baru sesuai dengan Putusan MK No. 168, pertama adalah bahwa upah minimum kabupaten/kota ini kami mengusulkan menjadi wajib bagi daerah yang selama ini upah minimumnya adalah UMK,” katanya.
