KSP Qodari Dukung Gerakan Stop “Tot-Tot-Wok-Wok” untuk Pejabat yang Salah Gunakan Strobo

KSP Qodari Dukung Gerakan Stop “Tot-Tot-Wok-Wok” untuk Pejabat yang Salah Gunakan Strobo

Bisnis.com, JAKARTA — Kepala Staf Presiden (KSP) Muhammad Qodari mengambil sikap tegas mendukung gerakan stop “tot-tot-wok-wok” yang menjadi protes warganet yang mengecam penyalahgunaan sirene dan strobo oleh pejabat publik.

Qodari menyatakan pejabat harus lebih bijak dalam penggunaan pengawalan dan memberi contoh perilaku sederhana kepada publik.

“Pak Mensesneg (Prasetyo Hadi) sudah menegaskan pejabat publik harus bijak menggunakan pengawalan dan mencontoh Presiden Prabowo yang hormat kepada pengguna jalan lain,” kata Qodari dalam konferensi pers di Kantor Staf Presiden, Senin (22/9/2025).

Dia menyebut pula bahwa Panglima TNI Jenderal Agus Subianto jarang memakai strobo karena merasa terganggu dan ingin menjadi teladan.

Qodari mengungkapkan praktik pribadinya: ia telah menghentikan penggunaan voorijder (pengawal motor) dan membatasi penggunaan strobo hanya pada kondisi benar-benar darurat, misalnya untuk mengejar rapat penting.

“Sebelum ini saya sudah mengatakan saya stop pakai patwal. Eh bukan patwal, voorijder ya? Pakai motoris. Mobil dinas saya Kijang. Strobo cuma kalau betul-betul diperlukan,” ujarnya.

Kepala Staf Presiden juga menekankan aspek etika dan akuntabilitas pengeluaran negara.

“Pejabat publik itu, masyarakat tahu maunya nggak boleh mewah-mewah. Karena anggarannya dari uang negara. Uang negara dari pajak rakyat. Jangan sampai gue susah-susah, lu senang-senang,” tegas Qodari.

Sebagai langkah konkret, Qodari menyatakan KSP telah menyesuaikan protokol pengawalan personel pengawal (walpri) tetap ada untuk keselamatan, tetapi penggunaan strobo dibatasi.

Dia juga mengimbau pejabat lain untuk mengikuti contoh tersebut agar tidak menimbulkan kesan tone-deaf terhadap kondisi masyarakat.

Gerakan stop “tot-tot-wok-wok” awalnya digerakkan warganet setelah beredarnya bukti-bukti penggunaan sirene dan strobo secara berlebihan di jalan umum oleh sejumlah pejabat. Kampanye ini menyorot ketidaknyamanan publik dan potensi penyalahgunaan fasilitas negara untuk kepentingan non-darurat.

“Karena anggarannya dari uang negara. Nah, uang negara dari pajak rakyat. Jangan sampai gua susah-susah lu senang-senang. Berarti pemerintah tidak, tone deaf? Udah, nggak buta dan tuli. Udah dilaksanakan,” tandas Qodari.