JAKARTA – PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk buka suara mengenai dugaan adanya mafia jual beli jam penerbangan dalam bisnis aviasi di Indonesia.
Dugaan adanya mafia ini muncul karena tidak adanya layanan penerbangan Garuda Group pada jam-jam favorit.
Direktur Niaga Garuda Indonesia Reza Aulia Hakim mengatakan, anggapan tersebut terjadi karena tingginya ekspektasi masyarakat terhadap Garuda Indonesia.
Sementara jumlah armada yang dimiliki berkurang dan berdampak pada berkurangnya frekuensi penerbangan yang di layani.
Lebih lanjut, Reza bilang kondisi ini yang menyebabkan munculnya anggapan bahwa Garuda Indonesia tidak hadir melayani di jam-jam favorit.
“Dengan berkurangnya jumlah pesawat yang mungkin sebelumnya kita terbang ke suatu destinasi secara frekuensinya cukup banyak dan saat ini dengan keterbatasan armada sehingga secara frekuensi berkurang. Nah ini yang mungkin menyebabkan persepsi dari masyarakat kenapa Garuda tidak hadir di prime time,” katanya kepada wartawan di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin, 22 September.
Menyikapi hal ini, sambung Reza, perseroan mulu meninjau ulang jadwal-jadwal penerbangan Garuda Indonesia saat ini. Tujuannya juga untuk memastikan layanan ke masyarakat bisa berjalan optimal.
“Bagaimana kita bisa mereview schedule-schedule yang ada sehingga kebutuhan masyarakat dapat kami penuhi,” ucapnya.
Soal dugaan keberadaan mafia jual beli jam penerbangan, Reza tak menjelaskan secara detail. Dia hanya bilang pengajuan slot penerbangan yang dilakukan Garuda Indonesia ke Kementerian Perhubungan mendapat dukungan baik dari kementerian tersebut.
“Kami dalam posisi melihat proses yang kami lakukan untuk pemajuan slot atau rute ini saat ini sangat-sangat di-support langsung baik dan prosedur kami jalankan sesuai ketentuan yang berlaku,” ucapnya.
Sebelumnya, Anggota Komisi VI DPR Fraksi PDI-Perjuangan Mufti Anam mengungkap dugaan adanya mafia jual beli jam penerbangan dalam bisnis aviasi di Indonesia.
Bahkan, sambung Mufti, jam penerbangan bisa diperjualbelikan dengan harga yang cukup fantastis mencapai miliaran rupiah.
“Ini betul enggak ada mafia soal jam terbang ini? katanya harganya miliaran rupiah, kalau ada kami minta penegak hukum mengusut soal hal ini,” ujarnya Rapat Dengar Pendapat antara Komisi VI dan Garuda Indonesia, InJourney Airports, dan IAS, Senin, 22 September.
Kecurigaan adanya mafia jual beli jam penerbangan ini, sambung Mufti, berawal dari tidak adanya penerbangan Garuda Indonesia di jam-jam favorit. Begitu juga dengan anak usaha Garuda Indonesia, Citilink Indonesia.
“Saya sempat ngobrol dengan teman-teman komisi V, katanya jam-jam penerbangan diperjual belikan. Betul enggak pak? Kami minta Bapak jawab di tempat, jangan takut-takut pak. Kita akan bantu Bapak bagaimana Garuda bisa punya jam idle gitu,” tuturnya.
Sekadar informasi, jam idle penerbangan biasanya merujuk pada waktu pesawat tidak beroperasi atau menunggu di darat antara penerbangan. Kondisi ini lebih sering disebut trunaround atau waktu berhenti terbang.
“Karena ternyata jam-jam idle itu dikuasai oleh penerbangan swasta. Bahkan jam-jam tertentu karena idle banget itu ada penerbangan yang jaraknya hanya 30 menit dan kalau kosong itu dijadikan hanya satu penerbangan,” ucapnya.
Mufti bilang, akibat penggabungan itu, banyak penumpang pesawat yang terdampak delay atau penundaan penerbangan.
“Akhirnya berdampak kepada penumpang harus delay dan sebagainya,” katanya.
