HKI Waswas Investor Batal Tanam Modal Imbas Hambatan Birokrasi

HKI Waswas Investor Batal Tanam Modal Imbas Hambatan Birokrasi

Bisnis.com, JAKARTA — Himpunan kawasan industri Indonesia (HKI) menilai hambatan birokrasi dan teknis dalam iklim investasi di Indonesia dapat memicu keraguan investor, meskipun minat dan komitmen penanaman modal ke Tanah Air terus mengalir.

Ketua Umum HKI Akhmad Ma’ruf Maulana mengatakan pihaknya mendesak Satuan Tugas (Satgas) Investasi untuk berbenah dan segera mengurai hambatan tersebut guna mempercepat arus masuk modal ke Indonesia.

“Investasi yang masuk saat ini jumlahnya signifikan, pipeline investasi di kawasan industri terus bertambah. Namun, tanpa solusi konkret atas hambatan birokrasi dan teknis, investasi itu bisa saja batal atau pindah ke negara pesaing,” ujar Akhmad dalam keterangan resminya, Senin (22/9/2025).

Adapun realisasi investasi semester I/2025 telah mencapai Rp942 triliun, naik 13,6% dibandingkan tahun lalu, dan sudah memenuhi target APBN 2025. Capaian ini setara 49,5% dari target tahunan sebesar Rp1.905,6 triliun.

Pengusaha mencatat sejumlah persoalan mendasar yang berulang kali menjadi keluhan investor. HKI meminta Satgas segera bertindak untuk menyelesaikannya.

Hambatan pertama adalah lemahnya sinkronisasi pemerintah pusat dan daerah. Akhmad menilai perbedaan interpretasi aturan antar-kementerian/lembaga dengan pemerintah daerah kerap memperlambat proses izin usaha, penetapan tata ruang, maupun perizinan lingkungan.

“Akibatnya, investor menghadapi ketidakpastian yang menurunkan minat untuk segera merealisasikan proyek,” jelasnya.

Kedua, minimnya kepastian regulasi. Perubahan aturan yang mendadak serta implementasi yang tersendat menimbulkan persepsi risiko tinggi, sehingga berpotensi membuat investor mengalihkan modal ke negara lain dengan kepastian hukum lebih terjamin.

Ketiga, persoalan lahan. Beberapa tanah yang sudah ditetapkan sebagai kawasan industri berdasarkan izin lokasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) dan disahkan melalui masterplan pemerintah, masih terindikasi sebagai lahan pertanian berkelanjutan (KP2B/LP2B) maupun Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD).

“Ditambah persoalan perizinan pertanahan di daerah yang sulit, hal ini membuat tidak adanya kepastian hukum,” imbuhnya.

Keempat, pembangunan infrastruktur dasar di luar kawasan industri yang menjadi tanggung jawab pemerintah masih banyak tertunda, khususnya terkait akses transportasi logistik, pasokan listrik dan gas yang tidak stabil, serta fasilitas pendukung lainnya.

“Faktor-faktor ini akan menambah biaya dan waktu yang harus ditanggung investor. Kondisi ini tidak hanya memperlambat pembangunan kawasan, tetapi juga merugikan investor yang telah menanamkan modal, serta menurunkan daya tarik Indonesia dibandingkan negara lain yang menawarkan proses investasi lebih sederhana,” tegas Akhmad.

Untuk itu, HKI menegaskan Satgas harus berperan lebih dari sekadar forum koordinasi, melainkan menjadi problem solver dengan mandat eksekusi yang kuat.

Beberapa langkah krusial yang disarankan HKI antara lain menjadikan Satgas sebagai “single command” untuk menjembatani pusat dan daerah, sehingga izin, tata ruang, dan regulasi tidak lagi saling bertentangan.

Kedua, Satgas perlu mengawal langsung investasi prioritas dengan model case management agar hambatan spesifik bisa diurai cepat lintas kementerian/lembaga.

“Ketiga, memastikan layanan investasi berjalan dengan target waktu pasti (service level agreement) agar tidak ada proses berlarut-larut.

Keempat, memberikan laporan berkala kepada Presiden dan publik, sehingga transparansi kinerja Satgas bisa terukur sekaligus meningkatkan kepercayaan investor.”

Lebih lanjut, HKI berkomitmen mendorong investasi baru sekaligus meningkatkan serapan tenaga kerja di sektor manufaktur maupun sektor pendukungnya, memacu pertumbuhan ekonomi daerah secara merata, serta mendukung hilirisasi industri dan peningkatan nilai tambah sumber daya alam sesuai agenda pembangunan nasional.

HKI juga menekankan pentingnya memperkuat rantai pasok industri agar lebih terintegrasi dan kompetitif di pasar global.

“Indonesia harus mampu membuktikan bahwa pipeline investasi yang masuk benar-benar terealisasi di lapangan, bukan sekadar komitmen di atas kertas,” tegasnya.

HKI menyatakan siap bekerja sama dengan Satgas, memberikan data lapangan, serta mengusulkan solusi praktis yang sesuai kebutuhan kawasan industri dan tenant.

Menurut HKI, percepatan realisasi investasi bukan hanya soal menambah angka penanaman modal, melainkan juga memastikan dampaknya nyata bagi penciptaan lapangan kerja, peningkatan ekspor, transfer teknologi, serta penguatan daya saing industri nasional di tengah kompetisi global.