Bisnis.com, JAKARTA – Penggunaan lampu strobo dan sirene oleh kendaraan pribadi kerap ditemui di jalan raya. Dalam kondisi lalu lintas padat, tak sedikit pemilik mobil sipil menyalakan aksesoris tersebut untuk memberi kesan sebagai kendaraan pejabat atau aparat, agar mendapatkan prioritas dan cepat sampai tujuan.
Selain menimbulkan kebisingan, aksi tersebut juga membahayakan pengendara lain akibat silau cahaya strobo yang mengganggu konsentrasi dari pengendara di depan maupun arah berlawanan.
Padahal, penggunaan lampu isyarat dan sirene telah diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Kendaraan pribadi sama sekali tidak termasuk dalam kategori yang diperbolehkan menggunakan strobo.
Berdasarkan Pasal 134 UU No. 22/2009, ada beberapa kendaraan atau pengguna jalan yang memperoleh hak utama dan diprioritaskan untuk didahulukan sesuai urutan berikut:
a. Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas
b. Ambulans yang mengangkut orang sakit
c. Kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas
d. Kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia
e. Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara
f. Iring-iringan pengantar jenazah
g. Konvoi dan/atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Setiap kendaraan yang mendapat hak utama tersebut wajib dikawal polisi dengan isyarat lampu merah atau biru serta bunyi sirene. Selain itu, Pasal 59 UU LLAJ juga mengatur penggunaan warna lampu rotator. Misalnya, warna biru dan sirene diperuntukkan bagi kendaraan kepolisian. Kemudian, warna merah digunakan untuk ambulans, pemadam kebakaran, pengawalan TNI, mobil jenazah, maupun kendaraan rescue.
Sementara itu, lampu kuning tanpa sirene digunakan untuk kendaraan patroli jalan tol, derek, perawatan fasilitas umum, hingga angkutan barang khusus.
Adapun ancaman bagi pelanggaran penggunaan strobo oleh kendaraan sipil diatur dalam Pasal 287 Ayat (4) UU LLAJ. Pengendara yang melanggar ketentuan tersebut dapat dikenakan pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda maksimal Rp250.000.
Penggunaan Sirene-Rotator di Mobil Patwal Dibekukan
Diberitakan sebelumnya, Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Pol Agus Suryonugroho menegaskan pihaknya membekukan sementara penggunaan sirene dan rotator di jalan raya. Meski begitu, pengawalan kendaraan pejabat tetap berjalan, hanya saja penggunaan sirene dan strobo tidak lagi menjadi prioritas.
“Kami menghentikan sementara penggunaan suara-suara itu sembari dilakukan evaluasi menyeluruh. Pengawalan tetap bisa dilakukan, hanya saja penggunaan sirene dan strobo sifatnya dievaluasi. Kalau memang tidak prioritas, sebaiknya tidak dibunyikan,” ujarnya dalam keterangan resmi, dikutip Minggu (21/9/2025).
Agus menekankan, sirene hanya boleh digunakan dalam kondisi tertentu yang benar-benar membutuhkan prioritas.
Menurutnya, evaluasi ini merupakan bentuk respons atas aspirasi masyarakat yang mengeluhkan terganggunya kenyamanan akibat penggunaan sirene dan strobo. Sebab, belakangan ini gerakan setop “tot tot wuk wuk” bergema di media sosial.
“Kalau pun digunakan, sirene itu untuk hal-hal khusus, tidak sembarangan. Sementara ini sifatnya imbauan agar tidak dipakai bila tidak mendesak,” katanya.
