Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan tarif bea masuk sebesar 0% terhadap importasi kendaraan motor listrik hanya berlaku sampai 31 Desember 2025.
Pengenaan tarif 0% itu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan atau PMK No.62/2025 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor.
“Bahwa untuk mendorong keberlanjutan pengembangan teknologi dan industri informasi teknologi dan industri informasi teknologi di dalam negeri sesuai dengan information and technology agreement yang telah ditandatangani pada tahun 1996, telah ditetapkan tarif bea masuk atas impor barang produk teknologi informasi,” demikian bunyi pertimbangan beleid yang dikutip, Jumat (12/9/2025).
Adapun jenis barang impor yang dikenakan tarif impor mencakup pos tarif 8703.80.17; 8703.80.18; dan 8703.80.19. Selain itu ada juga pos tarif dengan kode harmonized system atau kode HS 8703.80.97, 8703.80.98, 8703.80.99.
Dalam catatan Bisnis, pos tarif 8703.80.17; 8703.80.18; dan 8703.80.19 mencakup kendaraan bermotor roda empat berjenis sedan, mobil lainnya termasuk station wagon, dan mobil sport, serta lain-lain yang selama ini dikenakan tarif bea masuk sebesar 10%. Aturan yang baru mengenakan tarif bea masuk menjadi 0%.
Sementara itu, untuk kendaraan dengan kode HS 8703.80.97, 8703.80.98, 8703.80.99 adalah jenis mobil sama, tidak termasuk van, yang selama ini dikenakan bea masuk 50%. Adapun insentif itu hanya berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2025.
Adapun pengenaan tarif 0% sejatinya bukan hal baru karena telah diatur dalam PMK No.10/2024.
Untuk memperoleh insentif tersebut, importir atau pelaku usaha harus memenuhi kriteria di antaranya perusahaan industri yang akan membangun manufaktur kendaraan bermotor listrik, perusahaan industri yang sudah melakukan investasi fasilitas manufaktur, dan perusahaan industri yang sudah melakukan investasi KBL roda empat dalam rangka pengenalan produk baru.
Aturan ini ditandatangani sejak 27 Agustus 2025 lalu dan sudah mulai berlaku pada tanggal 3 September 2025.
Pernyataan Kemenperin
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) resmi mengumumkan akan menghentikan insentif impor utuh (completely built up/CBU) untuk mobil listrik murni pada akhir 2025 mendatang.
Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, Setia Diarta mengatakan, para pabrikan mobil listrik berbasis baterai (battery electric vehicle/BEV) yang tahun ini masih menerima insentif seperti BYD, Geely dan lain-lain, harus mulai memproduksi lokal pada tahun depan.
“[Insentif] CBU, lewat beberapa merek, seperti BYD, Geely, dan ada beberapa brand lagi yang mereka akan investasi di sini, bangun pabrik, berproduksi di sini, tapi untuk komitmen investasi mereka deposit uang di sini kan, itu yang akan berhenti,” ujar Setia kepada wartawan, dikutip Jumat (12/9/2025).
Mengacu pada Peraturan Menteri Investasi Nomor 6/2023 juncto Nomor 1/2024 batas waktu importasi dan program insentif impor mobil listrik akan berakhir pada 31 Desember 2025.
Sementara itu, berdasarkan peta jalan TKDN, mulai 1 Januari 2026 hingga 31 Desember 2027 pabrikan mobil listrik perlu melakukan pelunasan komitmen produksi 1:1, produksi dengan spesifikasi teknis mencakup daya motor listrik dan kapasitas baterai minimal sama atau lebih tinggi.
Jika pabrikan EV tak mampu memenuhi syarat produksi lokal tersebut, pemerintah dapat mengklaim atas bank garansi yang gagal dibayar utang produksinya dari peserta program.
Sebelumnya, Peneliti LPEM Universitas Indonesia (UI) Riyanto juga menilai bahwa insentif impor mobil listrik tak perlu dilanjut pada tahun depan. Sebab, apabila ada pihak yang mengajukan kembali perpanjangan insentif impor BEV, maka produksi lokal akan tertunda.
“Kalau insentif BEV impor ini, tunggu saja aturan berakhir. Kalau sudah selesai, ya sudah. Kalau diajukan lagi, ya tentu produksi lokalnya akan tertunda,” jelas Riyanto, belum lama ini.
Sejauh ini, ada beberapa pabrikan mobil listrik yang menerima insentif impor, di antaranya yakni BYD, Geely, VinFast hingga PT National Assembler yang menaungi Citroen, Aion, Maxus dan VW.
Adapun, sederet pabrikan mobil listrik tersebut telah berinvestasi senilai Rp15,52 triliun dalam membangun fasilitas perakitan, dan diwajibkan untuk memulai produksi mobil listrik pada tahun depan.
*Berita ini telah mengalami perubahan judul dan penambahan sejumlah substansi untuk memperkuat konteks penerbitan beleid tersebut.
