Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Oki Muraza mengungkapkan 26 kilang minyak dan gas bumi (migas) di dunia bakal tutup menjelang 2030. Hal ini tak lepas dari kondisi kelebihan pasok (oversupply) dan rendahnya spread produk yang menekan bisnis kilang.
Oki menuturkan, beberapa perusahaan migas dunia tengah menghadapi tantangan dalam mendapatkan keuntungan dari bisnis kilang. Menurutnya, perusahaan kelas dunia seperti BP, TotalEnergies, hingga Chevron mengalami tantangan serupa.
“Ada banyak kilang dunia yang ditutup di Eropa, di Amerika, di Australia dan diperkirakan ada 17 kilang yang akan tutup menjelang tahun 2030,” ucap Oki dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI, Kamis (11/9/2025).
Berdasarkan bahan paparan Pertamina, pada 2027, diperkirakan akan ada sembilan kilang yang tutup di AS, Eropa, Asia, Australia, dan Selandia Baru.
Lalu, sebanyak 17 kilang di Afrika, Uni Eropa, dan Asia diperkirakan tutup pada 2030.
Oki menjelaskan, oversupply ini tidak hanya terjadi pada minyak mentah (crude), tetapi juga pada produk-produk kilang. Menurutnya, hal ini menyebabkan profitabilitas atau spread produk kilang rendah.
Rerata spread (selisih antara harga produk kilang dan harga minyak mentah), khususnya gasoline berada di bawah biaya operasi (processing cost).
“Nah, dengan ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi Pertamina dan perusahaan energi lainnya, baik itu national oil company maupun international oil company,” imbuh Oki.
Dia menambahkan bahwa kondisi oversupply minyak dunia juga disebabkan oleh tambahan stok dari kilang baru onstream.
Adapun, berdasarkan bahan paparan Pertamina, saat ini perusahaan pelat merah itu mengoperasikan enam kilang dengan kapasitas desain sekitar 1,1 juta barel per hari (bph).
Kilang itu pun mampu memenuhi sekitar 60% hingga 70% untuk suplai BBM nasional. Secara performa, rata-rata intake kilang Pertamina mencapai 330 juta barel per tahun.
