Impor Pakaian Bekas Naik Gila-gilaan, Produksi Tekstil Lokal Stagnan

Impor Pakaian Bekas Naik Gila-gilaan, Produksi Tekstil Lokal Stagnan

Bisnis.com, JAKARTA — Produksi tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional disebut masih mengalami stagnasi dalam beberapa tahun terakhir. Pelemahan daya beli hingga masifnya pakaian bekas impor dinilai jadi biang keroknya. 

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Danang Girindrawardana mengatakan, utilitas produksi TPT nasional saat ini masih stagnan di kisaran 60%-65% sejak awal tahun. Kondisinya pun masih sama dengan tahun lalu. 

“Ini memang jelas mengganggu rantai produksi garmen, terutama produk domestik dari pelaku industri kecil menengah  dan besar,” kata Danang kepada Bisnis, Rabu (10/9/2025). 

Dari sisi laju pertumbuhan terhadap produk domestik bruto (PDB) industri tekstil dan pakaian jadi juga stagnan tumbuh di kisaran 4,64%-4,35% sepanjang tahun ini. 

Sementara itu, nilai impor pakaian bekas naik cukup drastis dalam 2 tahun terakhir. Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai impor pakaian bekas (HS 63090000) mencapai US$1,31 juta dengan volume 1,09 juta kg pada Januari-Juli 2025. 

Angka tersebut nyaris mendekati nilai dan volume impor pakaian bekas pada 2024 lalu yang mencapai US$1,5 juta dengan volume 3,86 juta kg sepanjang tahun lalu. 

Jika dibandingkan dengan tahun 2023, nilai impor pakaian bekas tahun lalu hingga saat ini meningkat fantastis. Pasalnya, BPS mencatat pada tahun 2023 nilai impor pakaian bekas hanya US$29.759 dengan volume 12.856 kg. Sementara itu, pada 2022 impor pakaian bekas senilai US$272.146 dengan volume 26.224 kg. 

Ketua Umum Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya (IPKB) Nandi Herdiaman mengatakan, impor pakaian bekas yang jelas merupakan praktik ilegal menjadi salah satu penghalang bagi industri kecil dan menengah konveksi. Apalagi, barang impor tersebut terlampau murah dan beredar di pasar offline maupun online. 

“Sejauh ini masih belum ada perubahan terbukti dengan adanya razia yang masih banyak yang ditemui barang-barang murah dari negara luar masuk ke dalam negeri,” jelas Nandi dihubungi terpisah. 

Adapun, dia menerangkan bahwa utilisasi produksi anggota IPKB yang merupakan produsen garmen skala kecil dan menengah hanya sekitar 50%. 

Untuk itu, dia berharap dengan adanya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 17/2025 yang baru menggantikan Permendag No. 8/2024 dapat melindungi industri dari banjirnya impor produk ilegal. 

“Kami sangat berharap dengan adanya kebijakan ini, barang-barang impor di pasar akan berkurang sehingga kami bisa menambah produksi. Kuota impornya pun jangan dimainkan,” pungkasnya.