Bisnis.com, JAKARTA – Merujuk pada demonstrasi buruh yang berlangsung tempo hari yakni pada 28 Agustus 2025, maka mayoritas tuntutannya terkait dengan persoalan ketenagakerjaan, seperti upah, outsourcing, PHK, dan kebijakan pajak.
Tidak terlihat adanya tuntutan spesifik para demonstran yang menyoroti perbaikan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebagai fokus utama atau memberikan tuntutan yang berhubungan langsung dengan perbaikan UMKM.UMKM punya peran besar bagi ekonomi Indonesia, tetapi juga menghadapi banyak masalah yang sering membuat perkembangannya tersendat.
Apabila diurai, maka muncullah delapan problematika sebagai berikut. Pertama, permodalan. Kedua, akses pasar. Ketiga, lemahnya kualitas SDM dan manajemen. Keempat, miskinnya pengetahuan mengenai digitalisasi. Kelima, regulasi & birokrasi yang kaku dan berbelit. Keenam, infrastruktur & teknologi yang terbatas. Ketujuh, kualitas produk yang tidak standar & biaya sertifikasi yang tidak murah.
Kedelapan, sulitnya para pelaku UMKM untuk mengakses/menembus ke program pemerintah. Banyak di antara pelaku UMKM yang tidak tahu program bantuan/subsidi pemerintah, KUR, pelatihan, inkubasi. Dan tidak sedikit bantuan yang terealisasi justru tidak tepat sasaran.Ada satu poin penting di UMKM yang terkait dengan permodalan, yaitu kredit bermasalah (macet) UMKM di perbankan.
Permasalahan atas kredit macet ini harus diupayakan solusinya secepat mungkin agar UMKM bisa hidup, bergerak lagi, tumbuh dan berkembang. Mestinya pemerintahan Prabowo Subianto tidak cuma sekadar retorika kosong untuk program penghapusan piutang UMKM ini. Penghapusan piutang UMKM adalah momentum awal rejuvenansi industrialisasi.
Rejuvenansi (peremajaan/perubahan menuju kebaikan) dalam industrialisasi diharapkan bisa berlangsung lebih cepat. Industri nasional memiliki harapan besar untuk ber-gerak menuju kemajuan di era presiden baru Prabowo Subianto. Namun, tantangannya memang berat di tengah dinamika pem-bangunan yang terlanjur tumpah tindih dalam kebijakannya.
Beberapa permasalahan yang dihadapi industri di Indonesia pada delapan bulan (Januari—Agustus) 2025 ini, antara lain: tekanan produk impor, penurunan jumlah tenaga kerja, perlambatan ekspansi usaha, ketergantungan pada impor produk jadi, dan lemahnya daya beli. Gencarnya barang impor yang masuk memicu penu-runan daya saing produk industri lokal. Apabila kinerja industri manufaktur tidak segera diperbaiki dan tren pelemahan purchasing managers’ index (PMI) manufaktur terus berlanjut, maka efisien-si perusahaan industri akan terus menurun, fasilitas pem-biayaan kredit usaha akan terhambat, dan pertumbuhan ekonomi akan melemah. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap perekonomian nasional.
Sebenarnya terdapat dasar-dasar pemikiran yang lebih luas dibalik ketetapan politik pemerintah untuk memberi kesempatan, melindungi, mendorong, bahkan membina penyedia-an berbagai fasilitas khusus kepada sektor industri kecil, yaitu di antaranya: 1) Karena industri kecil hanya membutuhkan modal yang tidak banyak, tetapi memudahkan penciptaan dan pengembangan lapang-an kerja. 2) Dalam satuan-satuan usaha yang lebih kecil dari sektor industri, UMKM memberikan kesem-patan berinovasi kepada wiraswastawan pemula dan berkembangnya inisiatif perseorangan.
3) Kegiatan industri kecil, memiliki kaitan yang dekat dengan mata pencarian sektor per-tanian. Kegiatan ini umum-nya merupakan pekerjaan sekunder para petani. 4) Perkembangan industri skala besar yang modern, ternyata membutuhkan pula dukungan dari satuan-satuan usaha kecil, di mana industri besar ingin melimpahkan sebagian beban manajemennya kepada satuan-satuan yang lebih kecil.
Hal ini lebih hemat, efisien, dan efektif bagi industri besar. Landasan pemikiran tersebut secara ekonomis rasional, juga ber-makna pemerataan.
Kebijaksanaan industriali-sasi mau tidak mau selalu mempertentangkan antara penggunaan padat modal dan padat karya. Industri kecil bagaimana pun juga harus dilindungi dan dikembangkan. Sebab, industri inilah yang mampu mem-berikan kesempatan kerja yang besar. Apalagi, di daerah pedesaan. Masalahnya adalah bagaimana membuat industri kecil ini dapat berkembang menjadi lebih besar tapi lebih efisien.
Di sinilah mutlak diperlukan suatu kolaborasi antara industri besar dengan industri kecil agar keduanya dapat berjalan berdampingan. Teknologi, digitalisasi, dan perangkat modern lainnya menjadi prasyarat utama menuju industrialisi yang sehat, efisien, dan efektif. Rejuvenansi industrialisasi tampaknya harus dimulai dari industri kecil, industri lokal, dan industri vital yang berkontribusi bagi kebutuhan primer rakyat
