Resiliensi Perdagangan RI-India di Tengah Guncangan Tarif Impor AS

Resiliensi Perdagangan RI-India di Tengah Guncangan Tarif Impor AS

Bisnis.com, JAKARTA — Neraca perdagangan Indonesia dengan India mencatatkan surplus pada Januari-Juli 2025. Tren positif itu terjadi di tengah penurunan harga komoditas serta ketidakpastian ekonomi akibat penerapan tarif impor oleh Amerika Serikat (AS).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) terbaru, India menjadi negara penyumbang surplus neraca perdagangan nonmigas terbesar Indonesia kedua setelah AS pada tujuh bulan pertama 2025. Secara berurutan, Indonesia memperoleh surplus nonmigas dari AS (US$12,13 miliar), India (US$8,13 miliar), serta Filipina (US$5,07 miliar). 

Surplus nonmigas terbesar yang disumbangkan India berasal dari penjualan bahan bakar mineral US$3,29 miliar, lemak dan minyak hewani/nabati US$2,20 miliar serta besi dan baja US$900 juta dari Indonesia. 

India juga adalah negara terbesar ketiga tujuan ekspor nonmigas Indonesia, apabila merujuk data BPS per Juli 2025. Nilai ekspornya mencapai US$1,89 miliar dan tumbuh 15,23% dari periode yang sama tahun sebelumnya. 

Nilai ekspor ke India pada Juli 2025 itu saja sudah masih lebih besar apabila dibandingkan dengan keseluruhan ekspor Indonesia ke Uni Eropa, yang tercatat sekitar US$1,71 miliar. 

TANTANGAN HUBUNGAN INDONESIA-INDIA

Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) David Sumual memperkirakan tantangan ke depan akan semakin besar setelah penerapan tarif impor oleh AS. Bagi Indonesia, para eksportir sudah melakukan pengiriman barang lebih cepat (frontloading) ke AS sebelum berlakunya tarif impor bulan lalu. 

Hal itulah yang membuat kinerja ekspor Indonesia Juli 2025 tercatat sebesar US$24,75 miliar atau melesat hingga 9,86% dari Juli 2024. Ekspor itu ditopang oleh komoditas nonmigas yang mencapai US$23,81 miliar, dengan pertumbuhan tembus 12,83% dari periode yang sama tahun sebelumnya. 

“Itu juga yang membantu ekspor kita meningkat di bulan lalu termasuk juga dibantu oleh pemulihan harga CPO. Ke depan ini kan mulai diterapkan tarif dan mungkin akan berpengaruh juga ke demand. Jadi kami melihat mungkin outlook-nya untuk trade balance ini mungkin akan enggak setinggi yang sebelum-sebelumnya. Akan mengecil,” jelasnya kepada Bisnis, dikutip Sabtu (6/9/2025). 

Akibatnya, David memperkirakan kinerja surplus neraca dagang Indonesia pada akhir tahun ini nantinya bakal menyusut akibat penerapan tarif impor sebesar 19% itu. 

“Proyeksinya surplus perdagangan menyusut dari US$31 miliar 2024 ke sekitar US$25 miliar di 2025,” terang David. 

Adapun di India, pemerintah juga sudah bersiap-siap untuk memberikan bantuan kepada eksportir yang terdampak tarif 50% oleh AS. Menteri Keuangan India Nirmala Sitharaman menyebut pemerintah akan menyalurkan bantuan untuk meringankan beban eksportir.

“Pemerintah akan melakukan sesuatu untuk membantu mereka yang terdampak oleh tarif 50%,” ujar Nirmala kepada CNBC TV18, dikutip dari Reuters, Jumat (5/9/2025). 

Sebagaimana diketahui, Indonesia dan India adalah di antara negara ekonomi terbesar di dunia yang turut terdampak tarif impor oleh Presiden AS Donald Trump. AS, serta Indonesia dan India juga adalah negara anggota G20. Negara Paman Sam itu mengenakan tarif impor ke barang-barang dari Indonesia sebesar 19%, sedangkan dari India 50%. Tarif itu diberlakukan Agustus 2025. Namun demikian, di tengah ketidakpastian yang ditimbulkan akibat tarif tersebut, perdagangan antara Indonesia dan India mencatatkan tren positif.