Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) berharap pemerintah bisa melibatkan pengusaha swasta dalam rencana ekspor listrik.
Pernyataan itu dilontarkan seiring dengan usulan PT PLN (Persero) untuk menjadi agregator ekspor listrik. PLN mengajukan usulan tersebut dimasukkan dalam Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (RUU Ketenagalistrikan).
Ketua Umum APLSI Eka Satria menuturkan, ekspor listrik idealnya dilakukan dengan kerja sama berbagai pihak. Artinya, badan usaha milik negara (BUMN) pun harus turut melibatkan swasta.
Terlebih, Indonesia memiliki potensi energi baru terbarukan (EBT) yang besar. Ini khususnya untuk diekspor.
“Kami berharap terdapat kolaborasi erat antara pemerintah, BUMN, dan sektor swasta agar pemanfaatan energi bersih, khususnya untuk ekspor, dapat berjalan optimal dan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi perekonomian nasional,” tutur Eka kepada Bisnis, Senin (1/9/2025).
APLSI, kata Eka, sebagai mitra strategis pemerintah mendukung penuh pengembangan potensi energi bersih untuk ekspor listrik. Hal ini mengingat Indonesia memiliki sumber daya yang sangat melimpah.
Menurutnya, potensi ini dapat menjadi andalan Indonesia sebagai pusat energi bersih di Asean.
“Sekaligus meningkatkan devisa, menarik investasi asing, membuka lapangan kerja, serta mendorong hilirisasi industri,” kata pria yang juga menjabat sebagai direktur utama PT Medco Power Indonesia itu.
Usulan menjadikan PLN sebagai agregator ekspor listrik pertama kali disampaikan oleh Direktur Legal dan Manajemen Human Capital PLN Yusuf Didi Setiarto dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XII DPR RI, Selasa (26/8/2025). Dia mengatakan, penjualan tenaga listrik lintas negara merupakan langkah strategis.
Menurutnya, ini berkaitan dengan kedaulatan dan ketahanan energi negara sehingga pemerintah harus hadir, mengelola, dan mengendalikan prosesnya.
Untuk itu, perlu penegasan terkait penunjukan BUMN penyedia tenaga listrik selaku proksi negara yang berperan sebagai agregator dalam melakukan konsolidasi terhadap pelaksanaan ekspor listrik.
Didi berpendapat, hal ini diperlukan guna memastikan Indonesia mendapat manfaat paling optimum atas kegiatan jual beli listrik lintas negara.
“Pertanyaannya adalah strategi negara seperti apa yang kita mau undangkan di dalam undang-undang yang baru nanti ini? Apakah setiap pelaku usaha bisa mengakses market tersebut atau dikonsolidasikan melalui perusahaan negara,” ucapnya.
Didi mencontohkan skema ekspor listrik bisa meniru PT Pertamina (Persero) yang menjadi agregator dalam jual beli gas bumi lintas negara, khususnya ekspor ke Singapura. Dia menuturkan, skema ekspor gas bumi dari Indonesia yang berasal dari berbagai macam blok migas, kemudian diagregasi oleh Pertamina untuk berhadapan dengan pembeli.
Menurutnya, dengan skema penunjukan BUMN sebagai agregator tidak akan membuat Indonesia didikte oleh negara lain.
Didi juga menyarankan jual beli listrik antarnegara ini dinaungi oleh perjanjian antarpemerintah atau government to government (G2G). Artinya, perjanjian jual tidak melalui badan usaha masing-masing secara langsung.
