JAKARTA – Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) yang terdiri dari YLBHI, KontraS, LBH Jakarta, dan LBH Pers mendesak aparat untuk tak menggunakan kekerasan dalam menghadapi aksi unjuk rasa yang kembali digelar di depan Gedung DPR RI pada hari ini.
Wakil Ketua Bidang Advokasi YLBHI Arif Maulana menuturkan, aksi massa ini harus dipandang sebagai bagian dari pelaksanaan hak asasi manusia dan bentuk upaya aktif untuk ikut serta dalam berjalannya pemerintahan yang dianggap semakin mengkhawatirkan.
“Kami mengimbau agar aparat keamanan untuk tidak bertindak represif dan menjamin kebebasan berekspresi dan berpendapat,” kata Arif dalam keterangannya, Kamis, 28 Agustus.
Arif mengingatkan Polri untuk mentaati serta mengedepankan penggunaan kekuatan yang didasarkan pada prinsip kebutuhan dan proporsionalitas, serta mengedepankan langkah-langkah preventif sesuai dengan ketentuan dalam Perkap Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.
“Penggunaan senjata pengurai massa oleh aparat dalam menjalankan tugas juga harus disesuaikan dengan situasi dan dilakukan sedemikian rupa untuk mengurangi risiko yang tidak diinginkan, sebagaimana diatur dalam United Nations Basic Principles on the Use of Force and Firearms by Law Enforcement Officials,” jelas Arif.
Berkaca pada aksi unjuk rasa 25 Agustus lalu, setidaknya, sebanyak 370 orang ditangkap secara sewenang-wenang oleh anggota kepolisian dan diangkut paksa menuju Polda Metro Jaya.
Arif mengaku pihaknya memantau dan menyaksikan massa aksi yang tengah ditahan di Polda Metro Jaya mengaku mengalami sejumlah tindakan kekerasan hingga menyebabkan sebagian tubuhnya penuh luka.
Selain itu, proses hukum yang berjalan di Polda Metro Jaya yang diklaim sebagai “pengamanan” dan “pendataan” justru merupakan tindakan tidak berdasar hukum dan kami nilai hanya menjadi kamuflase dari praktik penangkapan sewenang wenang oleh aparat sebagai pelanggaran hak asasi manusia.
“Perlu kami tegaskan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak mengatur istilah pengamanan, melainkan upaya paksa berupa perampasan kemerdekaan seseorang yang diatur dalam kerangka penangkapan atau penahanan,” tegas dia.
Sehingga, Arif mendesak, Polri untuk melakukan proses pemeriksaan secara etik dan proses pidana terhadap para anggota kepolisian yang melakukan pelanggaran seperti tindakan brutal terhadap massa aksi hingga penghalang-halangan proses bantuan hukum dalam aksi 25 Agustus dan 28 Agustus.
Sebagai informasi, Polisi akan berpatroli di titik-titik yang telah dipetakan untuk mencegah pelajar kembali ikut dalam aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta.
Dalam skema pengamanan, Polda Metro Jaya mengerahkan 4.531 personel terkait pengamanan aksi unjuk rasa kelompok buruh di depan Gedung DPR RI.
Ribuan personel itu terdiri atas 2.174 personel Polda Metro Jaya, 1.725 personel Bawah Kendali Operasi (BKO) yang melibatkan unsur TNI AD, Marinir, Brimob Mabes, Den C, Kodim Jakarta, Kogas Sabhara, Satpol PP, dan Dishub, serta 632 personel Polres jajaran.
