JAKARTA – Kesehatan bukan hanya soal angka statistik atau urusan teknis medis. Lebih dari itu, kesehatan adalah soal ideologi bagaimana nilai keadilan, kedaulatan rakyat, dan partisipasi publik benar-benar hadir dalam sistem yang melayani masyarakat.
Prinsip inilah yang melandasi lahirnya gagasan Ideologi Kesehatan Indonesia, sebuah konsep yang menempatkan Pancasila sebagai dasar dalam merumuskan arah pembangunan kesehatan di tanah air.
Dalam kerangka itulah, Indonesia Health Development Center (IHDC) meluncurkan laporan publik hasil kajian berjudul “Reinterpretasi Ideologi Kesehatan Indonesia: IHDC Model 2025.” Kajian ini resmi dipresentasikan di Hotel Luwansa, Jakarta, dengan dihadiri oleh berbagai pihak mulai dari pemerintah, akademisi, organisasi profesi, hingga komunitas masyarakat.
Prof. Nila F. Moeloek, inisiator sekaligus Ketua Dewan Pembina IHDC yang juga pernah menjabat sebagai Menteri Kesehatan RI 2014–2019, menegaskan pentingnya memandang kesehatan sebagai persoalan ideologis.
“Kesehatan adalah soal ideologi, bukan sekadar urusan teknis atau statistik. Kita harus bersama bergandengan tangan membangun sistem kesehatan dengan fondasi nilai keadilan. Falsafah Pancasila harus hadir nyata dalam Ideologi Kesehatan yang mewarnai seluruh kebijakan kesehatan kita termasuk dalam mengatasi tantangan globalisasi,” tegas Prof. Nila dalam Peluncuran Laporan Publik Bertajuk Reinterpretasi Ideologi Kesehatan Indonesia: IHDC Model 2025 di Jakarta, baru-baru ini.
Kajian ini, menurutnya, berangkat dari keprihatinan atas berbagai tantangan kesehatan di Indonesia dan kebutuhan untuk menghadirkan solusi strategis.
Ketua tim peneliti IHDC, Dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, menjelaskan kajian panjang lintas disiplin ini melahirkan enam dimensi utama ideologi kesehatan Indonesia:
Kedaulatan, menekankan kendali nasional atas sumber daya kesehatan.
Komunitas & Solidaritas, memperkuat gotong royong kesehatan berbasis komunitas, termasuk perempuan, disabilitas, dan masyarakat adat.
Kesetaraan, menjawab ketimpangan layanan bagi kelompok rentan.
Ekonomi & Jaminan Pembiayaan, membangun sistem pembiayaan yang adil dan inklusif.
Pendidikan & Promosi Kesehatan, menanamkan literasi kesehatan sejak dini hingga ke level komunitas.
Tata Kelola, menciptakan birokrasi yang transparan, partisipatif, dan responsif berbasis teknologi.
Setiap dimensi dilengkapi indikator terukur, seperti rasio tenaga kesehatan di wilayah tertinggal, indeks literasi kesehatan, hingga sistem audit sosial digital.
“Setiap dimensi disertai dengan indikator keberhasilan yang terukur, seperti roadmap kemandirian, rasio tenaga kesehatan di wilayah tertinggal, tingkat kepesertaan JKN, indeks literasi kesehatan, dan sistem audit sosial digital layanan publik, dilengkapi dengan model pengukuran berbasis komunitas,” jelas Dr. Ray.
Yang membedakan gagasan IHDC adalah penekanan pada partisipasi publik yang nyata. Bukan sekadar formalitas musyawarah perencanaan, tetapi keterlibatan bermakna dalam merumuskan, melaksanakan, dan mengevaluasi sistem kesehatan.
“Tanpa partisipasi yang nyata dan kolektif, ideologi hanyalah slogan. Kita ingin rakyat merasa menjadi pemilik sistem kesehatan, bukan hanya pengguna yang pasrah,” ujar Prof. Nila.
Kajian ini juga diperkuat dengan landasan filsafat sosial-politik. Sejumlah pakar menegaskan bahwa nilai-nilai Pancasila adalah dasar paling relevan dalam membangun sistem kesehatan yang adil. Prof. Semiarto Aji Purwanto (antropologi) dan Djarot Dimas, SH, MH (hukum & kebijakan kesehatan), misalnya, menekankan bahwa keadilan bukan sekadar distribusi rata angka, melainkan keberpihakan kepada kelompok paling rentan.
Guru besar dan ekonom kesehatan Prof. Ascobat Gani serta jurnalis kesehatan Adhitya Ramadhan juga menyoroti pentingnya partisipasi komunitas agar ideologi kesehatan bisa berjalan berkelanjutan.
IHDC menegaskan pembangunan kesehatan tidak boleh sekadar mengejar angka cakupan, tetapi harus berpihak pada kelompok yang terpinggirkan.
Laporan ini diharapkan menjadi acuan strategis lintas sektor, masuk dalam dokumen pembangunan, dan menjadi dasar gerakan masyarakat sipil untuk memperjuangkan kesehatan yang adil bagi semua.
