YOGYAKARTA – Terlalu sering mengucapkan maaf, dikenal dengan over-apologizing, ternyata bisa karena untuk menyenangkan orang lain. Bagi orang yang punya kebiasaan ini, disebut people-pleasing. Pernah merasa Anda terlalu sering meminta maaf bahkan untuk hal-hal yang bukan salah Anda? Yuk, kita telusuri penyebab psikologis yang umum dialami sehingga seseorang sering mengucapkan maaf.
1. Dorongan people-pleasing
Seseorang mungkin meminta maaf secara berlebihan karena keinginan kuat untuk menyenangkan orang lain. Ini bisa muncul dari kebiasaan menghindari konflik atau ingin orang lain merasa nyaman bahkan saat Anda sama sekali tak bersalah. Menurut terapis psikologi dilansir Psych Central, Jumat, 15 Agustus, dengan people-pleasing, over-apologizing dimotivasi oleh keinginan untuk mengatur emosi orang lain dan membuat mereka merasa baik. Kebiasaan ini sering tertanam sejak lama dan tanpa disadari demi menjaga harmoni.
Ilustrasi alasan kenapa seseorang sering mengucapkan maaf (Freepik/Azerbaijan_stockers)
2. Rasa bersalah palsu dan perfeksionisme
Terkadang rasa bersalah muncul meski Anda tak perlu memikulnya. Banyak dari kita dibesarkan merasa bertanggung jawab atas suasana hati atau keadaan orang lain. Rasa bersalah ini bisa diperburuk oleh perfeksionisme. Bagi orang yang mengalaminya, ia akan merasa selalu kurang, lalu minta maaf untuk hal kecil misalnya lambat dalam membalas pesan.
3. Harga diri rendah
Jika seseorang memiliki harga diri rendah, mungkin ia merasa terlalu mengganggu atau tidak pantas dan itu diungkapkan lewat “maaf” berulang-ulang. Orang dengan harga diri rendah merasa tidak layak mendapat perhatian atau waktu orang lain, sehingga minta maaf untuk sekadar berbicara atau meminta bantuan. Banyak pakar psikologi menyebut self-esteem rendah sebagai akar penting kebiasaan ini.
4. Refleks trauma atau pola sosial budaya
Sering mengucapkan maaf bahkan saat tidak melakukan kesalahan juga bisa berasal dari reaksi trauma. Misalnya jika dulu hidup dalam lingkungan keras di mana kata “maaf” jadi cara bertahan. Menurut psikolog, korban trauma terkadang belajar membuat diri serendah mungkin agar tidak memancing amarah atau kekerasan. Selain itu, dalam budaya tertentu terutama yang menempatkan perempuan sebagai penjaga harmoni, ia dilatih untuk sering minta maaf sebagai manifestasi rendah diri atau kepatuhan sosial.
5. Menghambat persepsi profesional
Kebiasaan minta maaf berlebihan bisa merusak citra Anda di tempat kerja atau hubungan profesional. Dilansir Psychology Today, terlalu sering mengucapkan maaf bisa mengganggu karir sebab hanya digunakan untuk mendapatkan validasi dari orang lain. Selain itu, sering meminta maaf bisa membuat Anda tampak tidak percaya diri. Ironisnya, terlalu sering mengucapkan maaf membuat orang tak lagi mendengar pendapat Anda karena dianggap tak tulus atau kurang kompeten.
Kebiasaan sering mengucapkan maaf yang terkadang enggak tepat waktunya, perlu diubah. Strategi untuk menguranginya, dengan sadar diri, mengganti dengan “terima kasih”, menahan refleks, dan memperkuat self-compassion. Strategi mengatasinya ini, bisa dimulai secara perlahan dan hormati prosesnya.
