Cilegon Menyapa Dunia Lewat Festival Budaya Internasional

Cilegon Menyapa Dunia Lewat Festival Budaya Internasional

JAKARTA – Festival budaya selalu menjadi momen istimewa di mana seni, tradisi, dan persahabatan lintas negara bertemu dalam satu panggung. Melalui tarian, musik, kuliner, hingga kerajinan tangan, sebuah daerah dapat menampilkan identitasnya sekaligus membuka diri terhadap pengaruh dan inspirasi dari luar.

Lebih dari sekadar hiburan, festival budaya adalah ruang interaksi yang menghidupkan kembali kearifan lokal, memperkuat toleransi, dan membangun citra positif di mata dunia.

Semangat itulah yang terlihat dalam Budaya Cilegon Fest and International Folk-Art (BCF-IFA) 2025. Gubernur Banten Andra Soni menilai ajang ini menjadi wadah yang memperkuat keterbukaan dan rasa saling percaya di kancah internasional.

Festival yang digelar pada 6–11 Agustus di Alun-alun Kota Cilegon tersebut menampilkan tarian tradisional dan kebudayaan lokal, serta menghadirkan partisipasi negara sahabat seperti India dan Korea Selatan. “Ini mencerminkan bahwa Kota Cilegon merupakan daerah yang sangat terbuka dengan peradaban lain,” ujar Andra di Kota Serang, seperti dikutip ANTARA.

Andra yang turut membuka dan menutup rangkaian acara pada Minggu, 11 Agustus, malam menegaskan bahwa interaksi budaya lintas negara dapat menjadi modal sosial untuk kemajuan daerah.

“Saya yakin, dengan kolaborasi yang kuat antara seluruh pemangku kepentingan, Kota Cilegon akan semakin berkembang,” katanya.

Selain kekayaan budaya, Andra juga mengingatkan potensi besar Cilegon sebagai kota pelabuhan dengan laut dalam yang dapat disandari kapal-kapal besar. Dalam kesempatan tersebut, ia meluncurkan program “Golok Day” sebagai upaya mengingatkan pentingnya melestarikan senjata tradisional khas Cilegon yang sarat nilai sejarah.

Wali Kota Cilegon, Robinsar, menambahkan bahwa festival ini adalah bukti komitmen pemerintah daerah dalam menjaga warisan budaya sekaligus membentuk karakter masyarakat. “Ketika bicara budaya, itu bukan hanya soal tari dan musik, melainkan jati diri suatu daerah,” tegasnya.