Ratusan Pengemudi Ojol Bakar Ban di Depan Kantor Pemkab Jember

Ratusan Pengemudi Ojol Bakar Ban di Depan Kantor Pemkab Jember

Jember (beritajatim.com) – Ratusan orang pengemudi ojek online (ojol) yang tergabung dalam Forum Komunikasi Jember Online Bersatu (FKJOB) berunjuk rasa dan membakar ban di depan kantor Pemerintah Kabupaten Jember, Jawa Timur, di Jalan Sudarman, Selasa (20/5/2025).

Mereka menuntut kenaikan tarif layanan penumpang roda dua. Hal ini dikarenakan tarif yang berlaku saat ini adalah tarif yang ditetapkan pada 2022, sebagaimana terlampir dalam lampiran II Keputusan Menteri Perhubungan No KP 667 Tahun 2022 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi

“Padahal sudah tiga tahun berlalu, dan sudah mengalami tiga kali kenaikan upah minimum regional dengan total 16,7 persen. Selain itu kami menuntut ada ruang regulasi yang disediakan oleh pemerintah untuk meninjau kembali ketentuan kenaikan tarif penggunaan sepeda motor,” kata Eko Prihastomo, salah satu pengemudi ojek.

Mereka juga menuntut Kementerian Perhubungan menerbitkan regulasi makanan dan barang roda dua. “Selama ini ketiadaan regulasi dimanfaatkan oleh aplikator untuk membuat program program dengan tarif yang sangat tidak manusiawi bahkan cenderung eksploitasi,” kata Eko.

Mereka juga mendesak adanya ketentuan tarif bersih angkutan sewa khusus roda empat. Selama ini Peraturan Menteri Perhubungan Nomir 118 Tahun 2018 tentang Angkutan Sewa Khusus, dan surat keputusan gubernur tiap-tiap daerah belum mengatur besaran potongan aplikasi,

“Ini membuat aplikator bebas sesuka hati melakukan pemotongan terhadap tarif yang diperoleh oleh pengemudi. Oleh karena itu kami melihat perlu segera dibuat ketentuan mengenai besaran potongan aplikasi pada angkutan sewa khusus,” kata Eko.

Terakhir, para pengemudi ojol mendesak kehadiran Undang-Undang Transportasi Online di Indonesia.

“Permasalahan tranportasi online di Indonesia tersebar di berbagai Kementerian, mulai dari ketentuan tarif, hubungan driver dengan aplikator apakah kemitraan atau ketenagakerjaan, perizinan, pembatasan quota kendaraan, transparansi struktur biaya, Jaminan sosial, pemberian subsidi BBM, tata kelola pemerintah daerah dan lain-lain. Agar semua permasalahan tersebut memiliki pijakan hukum yang kuat maka diperlukan satu UU khusus yang mengatur tranportasi online di Indonesia,” kata Eko. [wir]