YOGYAKARTA – Krisis eksistensial dialami ketika merasa seolah hidup berjalan begitu saja tanpa arah yang jelas. Umumnya, diiringi pertanyaan mendalam seperti “Apa tujuan saya di dunia ini?” atau “Apakah semua ini benar-benar berarti?”. Krisis eksistensial adalah fase ketika seseorang mulai mempertanyakan nilai, makna, dan arah hidup secara mendalam.
Ini bukan sekadar stres atau kebosanan biasa, tapi bentuk pencarian yang lebih filosofis dan emosional tentang keberadaan diri. Krisis ini bisa muncul di berbagai tahap kehidupan dan sering kali dipicu oleh momen-momen tertentu yang mengubah cara pandang seseorang terhadap hidup. Lalu, apa saja penyebab umum seseorang mengalami krisis eksistensial? Melansir BetterHelp, Minggu, 27 Juli, berikut penjelasan tentang penyebab umum seseorang mengalami krisis eksistensial.
1. Mengalami perubahan besar dalam hidup
Kehilangan orang tercinta, perceraian, berpindah pekerjaan, atau mengalami penyakit serius bisa mengguncang struktur kehidupan yang selama ini terasa stabil. Ketika hal-hal yang dulu memberikan makna tiba-tiba hilang, seseorang mungkin mulai mempertanyakan siapa dirinya tanpa semua itu. Menurut psikolog Dr. Irvin Yalom, pengalaman eksistensial seperti kematian, kebebasan, isolasi, dan ketidakbermaknaan adalah empat tema utama yang sering muncul dalam jenis krisis ini.
Ilustrasi penyebab seseorang bisa mengalami krisis eksistensial (Freepik)
2. Tekanan sosial dan ketidakpuasan pribadi
Hidup di tengah ekspektasi sosial yang tinggi baik dari keluarga, media sosial, atau lingkungan, sering membuat seseorang merasa tertinggal atau tidak cukup. Saat target hidup terasa sulit dicapai, timbul perasaan kecewa, lalu muncul pertanyaan seperti “Apakah semua ini pantas diperjuangkan?”. Banyak orang mengalami krisis eksistensial karena merasa jalan hidupnya tidak sesuai dengan siapa dirinya sebenarnya. Hal ini bisa memicu kegelisahan yang dalam dan perasaan hampa.
3. Kehilangan makna atau tujuan
Krisis eksistensial juga bisa muncul dalam rutinitas harian yang terasa monoton. Saat hidup hanya berputar di antara bangun, bekerja, makan, lalu tidur tanpa adanya ruang untuk refleksi atau pertumbuhan, seseorang bisa merasa kosong. Bahkan kesuksesan material tidak selalu bisa mengisi kekosongan itu.
Psikiater Viktor Frankl dalam bukunya Man’s Search for Meaning menyatakan bahwa manusia sangat membutuhkan rasa makna dalam hidup. Ketika makna itu hilang, krisis pun mudah muncul.
4. Kesadaran akan kematian dan keterbatasan waktu
Menyadari bahwa hidup memiliki batas bisa menjadi momen yang menyadarkan seseorang. Krisis ini sering kali terjadi di usia paruh baya, yang dikenal sebagai midlife crisis, karena orang mulai berpikir bahwa waktu mereka di dunia terbatas. Refleksi seperti ini bisa mendorong pertanyaan eksistensial seperti “Sudahkah saya hidup sesuai yang saya inginkan?”.
5. Pencarian jati diri dan spiritualitas
Beberapa orang memiliki kecenderungan untuk merenung lebih dalam tentang kehidupan dan keberadaannya. Pencarian ini bisa mengarah pada pertanyaan spiritual, eksistensial, bahkan filosofis. Jika tidak menemukan jawaban yang memuaskan, seseorang bisa merasa bingung, tersesat, bahkan terputus dari dirinya sendiri.
Krisis eksistensial bukanlah tanda kelemahan. Justru, ketika mengalami krisis eksistensial bisa menjadi tanda bahwa Anda sedang tumbuh dan mempertanyakan apa yang benar-benar penting dalam hidup. Dengan dukungan yang tepat, baik dari diri sendiri, orang terdekat, maupun profesional seperti psikolog dan psikiater, krisis ini bisa menjadi titik balik menuju hidup yang lebih bermakna.
