Cerita Corsec Diminta Dirut ASDP Antar Emas ke Pejabat BUMN Nasional 24 Juli 2025

Cerita Corsec Diminta Dirut ASDP Antar Emas ke Pejabat BUMN
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        24 Juli 2025

Cerita Corsec Diminta Dirut ASDP Antar Emas ke Pejabat BUMN
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Eks Corporate Secretary (Corsec) PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry, Imelda Aldini Pohan mengaku pernah diminta
Ira Puspadewi
mengantarkan emas ke asisten Deputi di Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Ira merupakan Direktur Utama (Dirut) PT ASDP 2017-2024 yang menjadi terdakwa dugaan korupsi kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh perusahaan negara tersebut.
Pada persidangan perkara itu, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi, apakah Imelda pernah diminta menyerahkan emas ke pihak BUMN.
“Apakah saudara pernah mengumpulkan uang untuk pembelian emas yang ditujukan untuk asisten deputi di Kementerian BUMN?” tanya jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (24/7/2025).
Imelda membantah mengumpulkan uang dari jajaran direksi untuk membeli emas guna diserahkan pada asisten deputi di Kementerian BUMN.
Imelda menjelaskan, saat itu ia baru bergabung menjadi Corsec di PT ASDP pada awal 2018. Sebelumnya, ia bekerja di perusahaan swasta.
Pada satu waktu, kata Imelda, Ira menghubunginya melalui sambungan telepon dan memintanya untuk mengantar bingkisan ke asisten deputi di perusahaan BUMN.
“Saya diminta untuk mengantar, saya by phone oleh Bu Ira, saya telepon tapi saya tolak karena pada saat itu saya masih baru,” kata Imelda.
“Mengantar apa?” tanya jaksa KPK.
“Mengantarkan bingkisan,” jawab Imelda.
“Bingkisan apa?” timpal jaksa KPK.
“Emas,” jawab Imelda.
Menurut Imelda, ia menerima penjelasan bahwa penyerahan bingkisan berisi emas itu merupakan cara PT ASDP untuk menjaga hubungan dengan pihak ketiga.
Namun, Imelda tetap pada pendiriannya dan menolak melaksanakan perintah tersebut karena takut terjerat korupsi.
Ia juga menyampaikan penolakannya pada tim Corsec.
Imelda bahkan menyampaikan pada Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) 2017-2019 yang merekrutnya, Wing Antariksa, ingin mengundurkan diri.
“Setelah itu, saya, karena Pak Wing yang merekrut saya waktu interview, saya sampaikan saya hampir mau resign pada saat itu,” jelas Imelda.
Sebelumnya, saat dicecar jaksa KPK, Wing menyebut jajaran direksi dimintai uang Rp 50 juta hingga Rp 100 juta oleh Ira yang baru menjabat Dirut PT ASDP.
Saat itu disebutkan, uang yang dikumpulkan akan digunakan untuk membeli emas dan diserahkan kepada pihak Kementerian BUMN.
“Seingat saya itu di awal periode Ibu Ira sebagai direktur utama. Sempat ada diskusi bahwa yang bersangkutan ingin menyampaikan terima kasih kepada kementerian BUMN karena telah diangkat di PT ASDP,” jawab Wing.
“Saat itu yang bersangkutan menyampaikan akan memberikan emas,” ujar Wing.
Keterangan ini kemudian dibantah oleh kuasa hukum Ira, Soesilo Aribowo. Menurutnya, tidak ada pungutan uang Rp 50 juta hingga Rp 100 juta.
Soesilo juga mengeklaim, pemberian itu bukan gratifikasi maupun suap dan tidak terkait KSU PT ASDP dengan PT JN.
“Fakta yang ada, tidak ada pengumpulan uang sampai Rp 50 juta per orang. Setahu saya seperti itu,” kata Soesilo.
“Itu bukan bagian dari gratifikasi atau penyuapan, saya kira karena waktu itu empati saja kepada orang yang waktu itu sakit, dan beliau (pejabat deputi BUMN) itu sudah meninggal,” tambahnya.
Dalam perkara ini, jaksa KPK mendakwa tiga mantan direktur PT ASDP melakukan korupsi yang merugikan negara Rp 1,25 triliun.
Mereka adalah eks Direktur Utama PT ASDP Ferry, Ira Puspadewi, mantan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Ferry, Yusuf Hadi, dan mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Ferry, Harry Muhammad Adhi Caksono.
Korupsi dilakukan dengan mengakuisisi PT JN, termasuk kapal-kapal perusahaan itu yang sudah rusak dan karam.
“Berdasarkan laporan uji tuntas engineering (due diligence) PT BKI menyebut, terdapat 2 unit kapal yang belum siap beroperasi, yaitu KMP Marisa Nusantara karena dari status, kelas, dan sertifikat perhubungan lainnya telah tidak berlaku, dan KMP Jembatan Musi II karena kapal saat inspeksi dalam kondisi karam,” ujar jaksa.
Akibat perbuatan mereka, negara mengalami kerugian Rp 1,25 triliun dan memperkaya pemilik PT JN, Adjie Rp 1,25 triliun.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.