Undar Jombang dan Trisula Warisan Kiai Musta’in: Refleksi Alumni di Reuni Akbar 2025

Undar Jombang dan Trisula Warisan Kiai Musta’in: Refleksi Alumni di Reuni Akbar 2025

Jombang (beritajatim.com) – Reuni bukan sekadar ajang temu kangen. Bagi Syamsunar, tokoh gerakan mahasiswa Universitas Darul Ulum (Undar) Jombang era 1990-an, reuni adalah ruang refleksi.

Pada acara bertajuk ‘Alumni Tilik Kampus dan Reuni Akbar 2025, Sabtu (31/5/2025), ia membagikan kisah perjuangan yang tidak hanya sarat idealisme, tapi juga dibalut kekuatan spiritual yang membentuk karakter khas aktivis Undar di masa lalu.

Syamsunar mengawali testimoninya dengan napak tilas masa menjadi santri Pondok Pesantren Darul Ulum (PPDU) sebelum bertransformasi menjadi mahasiswa tangguh. “Kampus Undar itu rumah utama kami,” kenangnya. “Kami lebih sering di kampus ketimbang di kos. Bahkan, saya pernah tiga hari tiga malam berada di bawah tiang bendera kampus untuk aksi.”

Menurut Syamsunar, awal 1990-an adalah titik balik bangkitnya gerakan mahasiswa Undar, bertepatan dengan meledaknya Aksi Trituma (Tiga Tuntutan Mahasiswa). Sejak itu, geliat intelektual dan perlawanan mahasiswa Undar menjadi barometer gerakan mahasiswa di Jawa Timur dan menjangkau panggung nasional.

“Kami tidak punya banyak fasilitas, tapi semangat kami tidak bisa dibendung. Mahasiswa Undar selalu mengirimkan massa paling banyak ke Jakarta. PTN saja kalah,” tegasnya disambut tepuk tangan meriah dari peserta reuni.

Ia juga mengingat salah satu momentum penting saat Undar menggelar seminar nasional bersama Adnan Buyung Nasution. Aksi tersebut membuat Rektor Undar kala itu, Lukman Hakim Musta’in, harus berurusan dengan pihak kepolisian.

Namun, Syamsunar menilai peristiwa itu menunjukkan keberanian luar biasa dari sang rektor. “Beliau memberi ruang penuh kepada mahasiswa. Tanpa keberanian beliau, Undar tak akan sebesar dulu.”

Doa Kiai, Pondasi Gerakan

Lebih dari sekadar semangat juang, Syamsunar juga menyingkap sisi spiritual gerakan mahasiswa Undar. Ia mengenang momen saat berkali-kali meminta izin keluar pondok kepada KH Rifai Romly, pengasuh PPDU. Namun sang kiai justru berkata, “Kalau kamu tidak bisa mengaji, tidak bisa mengikuti apa-apa, tidur saja di pondok. Tidak apa-apa.”

Kata-kata itu menyadarkannya bahwa pesantren bukan sekadar lembaga pendidikan, melainkan pusat energi spiritual. Setiap subuh, istighasah rutin digelar untuk mendoakan para santri. “Dari sinilah saya belajar makna barokah. Doa kiai itu punya kekuatan luar biasa,” ujarnya penuh haru.

Trisula, Jalan Kembali Menuju Kejayaan

Menutup testimoninya, Syamsunar menyerukan pentingnya menghidupkan kembali konsep trisula: pondok pesantren, tarekat, dan kampus—tiga pilar utama Darul Ulum yang dirumuskan oleh Kiai Mustain Romly. “Cita-cita beliau: berotak London, berhati Masjidil Haram adalah kompas kami. Konsep ini harus kembali jadi jangkar agar Undar bangkit,” serunya.

Selain Syamsunar, hadir pula tokoh-tokoh alumni lainnya seperti KH Akhmad Jazuli, alumni 1980-an yang kini menjabat Asisten Administrasi Umum Sekdaprov Jawa Timur, dan KH Ubaidillah Haris, Syuriah PWNU Jawa Barat.

Peserta ‘Alumni Tilik Kampus dan Reuni Akbar 2025’ memadati halaman Undar

KH Ubaidillah menggambarkan Undar sebagai kampus yang memiliki ‘kelamin NU’—berbasis nilai-nilai Nahdlatul Ulama yang kuat baik di Jawa Timur maupun nasional. Ia bahkan menyebut dirinya dibentuk oleh sosok Syamsunar saat menjadi aktivis kampus.

Testimoni ketiga tokoh ini mengalir lancar dan penuh semangat, disambut antusias ratusan peserta reuni yang memenuhi halaman kampus Undar. Aplaus panjang menggema berkali-kali, menjadi saksi bahwa semangat Undar belum mati. Ia hanya sedang menunggu saatnya untuk bangkit kembali.

Dari tiang bendera hingga mimbar nasional, dari doa kiai hingga barikade demonstrasi, Undar telah menulis sejarahnya sendiri. Kini, generasi berikutnya memikul tugas besar: menghidupkan kembali trisula warisan Kiai Mustain agar Undar kembali bersinar di panggung bangsa. [suf]