Lumajang (beritajatim.com) – Proses berjalannya rapat kerja gabungan yang dilakukan DPRD Lumajang terkait pengaduan masyarakat atas aktivitas PT Kali Jeruk Baru (KJB) yang diduga melakukan alih fungsi lahan belum menghasilkan keputusan akhir.
Sebelumnya, 500 warga Desa Ranulogong, Desa Ranu Salak, dan Desa Kalipenggung, Kecamatan Randuagung, melakukan aksi protes terkait dugaan alih fungsi lahan seluas 1.200 hektare yang dilakukan PT KJB.
Proses alih fungsi lahan itu diketahui telah terjadi secara masif dari tanaman keras seperti kakao, karet, kopi yang ramah lingkungan berubah menjadi perkebunan tebu.
Imbas peralihan lahan dilaporkan membuat beberapa desa di wilayah itu terdampak banjir hingga krisis air bersih karena kehilangan vegetasi penyangga.
Hal itu membuat massa aksi melakukan tuntutan agar pemerintah dan DPRD Lumajang segera mencabut izin hak guna usaha (HGU) milik PT KJB karena diduga tidak sesuai dengan peruntukan awal.
“Ini kami mau agar pemerintah dan DPRD Lumajang segera mencabut ijin HGU milik PT Kali Jeruk Baru, ini sertifikatnya tidak sah secara hukum,” kata koordinator aksi, Munip di depan kantor dewan, Senin (2/6/2025).
Menyikapi tuntutan massa, Direktur PT KJB Mayo Walla mengaku bahwa luas lahan yang dikelola pihaknya sesuai ijin HGU memiliki luas mencapai 1.197 hektare.
Adapun jangka waktu perijinan diakui telah disetujui selama 25 tahun berjalan sejak 1 Januari 2018 sampai 31 Desember 2043.
Selain itu, terkait adanya alih fungsi lahan dari tanaman keras menjadi tebu diakui diperbolehkan karena masih termasuk dalam tanaman perkebunan. Adanya peralihan varietas tanaman diakui menjadi upaya untuk melakukan peremajaan lahan sebelum kembali ditanami tanaman keras.
“Ini yang sesuai ijin HGU itu memiliki luas 1.197 hektare, untuk yang sudah beralih fungsi menjadi tebu ada 400 hektare dan itu ijinnya sedang berproses. Ini boleh karena masih termasuk tanaman perkebunan dan memang setiap lahan harus diremajakan agar tanaman keras baru bisa tumbuh,” terang Mayo Walla.
Sementara itu, Ketua DPRD Kabupaten Lumajang Oktafiani menjelaskan, pihak PT KJB belum bisa menunjukkan terkait ijin yang dimiliki atas lahan, termasuk perijinan adanya alih fungsi lahan dari tanaman keras menjadi tebu.
Kondisi itu membuat proses rapat bakal diperpanjang karena pihak PT KJB masih meminta waktu untuk bisa menunjukkan bukti surat-surat perijinan.
“Secara teknis belum ke sana, berapa lahan yang ditanami (tebu) kami cuman konfirmasi perijinannya karena ini disampaikan ada 10 HGU yang sudah diizinkan di 2018 itu. Nah, pada HGU itu kami meminta surat terkait alih fungsi terkait tanaman tebu ini pihak KJB belum bisa menunjukkan. Jadi harus tunggu sampai perpanjang rapat,” ungkapnya. (has/ian)
