JAKARTA – Bitcoin mencatat rekor tertinggi baru pada hari Senin, menembus angka 123.000 dolar AS (sekitar Rp2 miliar dengan kurs 1 dolar AS = Rp16.210), di tengah optimisme terhadap pembahasan regulasi aset digital oleh DPR Amerika Serikat. Kenaikan ini memperluas penguatan Bitcoin sepanjang tahun 2025 menjadi sekitar 30 persen.
Namun berbeda dengan reli sebelumnya yang banyak didorong oleh spekulasi, bukti terbaru dari arus dana institusional dan data derivatif menunjukkan bahwa lonjakan kali ini memiliki fondasi yang lebih stabil dan berkelanjutan.
Analis menilai bahwa reli Bitcoin saat ini didorong oleh arus dana institusional yang kuat, mencerminkan transformasi Bitcoin menjadi aset yang lebih stabil dan diminati investor sebagai bentuk diversifikasi dari volatilitas pasar dan pelemahan dolar AS.
Aliran dana institusional umumnya bersifat jangka panjang dan tidak mudah berbalik arah, memberikan stabilitas yang lebih besar pada reli kali ini.
ETF (exchange-traded fund) berbasis Bitcoin menunjukkan performa kuat di bulan Juli. Hingga saat ini, aliran dana masuk ke ETF Bitcoin telah mencapai 3,4 miliar dolar AS (sekitar Rp55,11 triliun), termasuk rekor 2,2 miliar dolar AS (sekitar Rp35,66 triliun) hanya dalam dua hari terakhir—menjadi aliran dana bersih dua hari terbesar dalam sejarah menurut data dari Farside Investors.
Sementara itu, open interest di pasar futures Bitcoin—yang mencerminkan nilai total kontrak berjangka yang belum diselesaikan—juga melonjak ke rekor tertinggi 57,4 miliar dolar AS (sekitar Rp930,45 triliun) per Jumat lalu, menurut data dari CoinDesk.
Kenaikan ini mengindikasikan keterlibatan institusional yang meningkat, karena investor besar cenderung memegang posisi yang lebih besar dan jangka panjang, serta menggunakan futures sebagai alat lindung nilai (hedging).
Meski begitu, tingkat pendanaan (funding rate) di pasar futures tetap rendah. CoinDesk mencatat bahwa tingkat pendanaan tahunan berada di angka 10 persen, jauh lebih rendah dibandingkan puncaknya di tahun 2023 yang mencapai 80 persen, atau 40 persen pada akhir tahun lalu.
Tingkat pendanaan menunjukkan biaya yang harus dibayar trader untuk mempertahankan posisi beli dengan leverage. Penurunan tingkat ini mengindikasikan bahwa spekulan mulai enggan membayar mahal untuk mempertahankan taruhan bullish mereka—tanda bahwa permintaan spekulatif telah berkurang.
Data dari Glassnode juga menunjukkan bahwa rasio leverage Bitcoin menurun menjadi 0,25, dari 0,32 di awal tahun 2025. Rasio ini membandingkan ukuran posisi futures trader besar terhadap jumlah Bitcoin yang tersedia di bursa. Rasio yang lebih rendah menunjukkan bahwa posisi tersebut didukung oleh modal nyata yang lebih besar, bukan hanya pinjaman.
Selain itu, terjadi peningkatan likuidasi posisi pendek (short liquidation) saat para trader yang bertaruh terhadap Bitcoin terpaksa membeli kembali aset tersebut karena harga terus naik. Aksi beli ini turut mendorong reli harga lebih lanjut.
Dengan latar belakang ini, reli Bitcoin kali ini tampak lebih sehat dan terkendali dibandingkan reli-reli sebelumnya yang lebih bersifat spekulatif. Perubahan struktur permintaan ini bisa menjadi sinyal penting bagi investor yang mencari eksposur jangka panjang terhadap aset kripto terbesar di dunia.
