.Magetan (beritajatim.com) – Puluhan warga Desa Tanjungsepreh, Kecamatan Maospati, Kabupaten Magetan, memblokade jalan penghubung Maospati-Karas via Tanjungsepreh-Temboro pada Rabu (4/6/2025). Aksi ini merupakan bentuk protes terhadap kondisi jalan desa yang rusak parah dan tidak kunjung diperbaiki, terutama akibat lalu lintas truk over dimension over loading (ODOL).
Warga menilai jalan tersebut kerap dilintasi truk-truk bermuatan berat melebihi kapasitas. Tak hanya merusak jalan, kondisi ini disebut kerap memicu kecelakaan lalu lintas.
“Reaksi karena jalannya terlalu rusak. Tidak ada cepat pembenahannya, rolaknya juga rusak. Truk muatannya melebihi tonase. Jadi sudah ada baknya juga ada tambahan plus. Itu ada video-video yang teman-teman rekam,” ujar Kingkin Prasetyo, Koordinator Aksi.
Ia juga menegaskan bahwa ini bukan kali pertama warga turun aksi. “Ini sudah terjadi kedua kalinya karena di 2017 kita juga warga juga aksi. Sempat berhenti dan ini kembali lagi. Nah, ini warga minta kepastian dari hukum, dari pemerintahan,” lanjutnya.
Kondisi jalan yang sempit dan tidak diperlebar memperburuk situasi. “Karena jalannya memang sempit Sempit dikarenakan pelebaran jalan berhenti. Padahal perencanaan itu sudah lama, sudah ada 5 sampai 7 tahun lalu. Itu juga warga inginnya juga kalau memang ada pelebaran-pelebaran setuju,” ungkap Kingkin.
Ia mempertanyakan alasan pemerintah belum memperbaiki jalur yang menuju ke salah satu pondok pesantren besar di Indonesia. “Dan yang anehnya apa? Ini jalan menuju ke Pondok Temboro, kenapa kok rusaknya parah begitu?”
Warga mengeluhkan mulai dari Jalan Cempaka hingga Jalan Raya Maospati-Ngawi rusak berat. Harapannya, jalan tidak hanya ditambal, tapi diperbaiki total. “Harapannya ya itu jalannya segera bukan ditembel tapi diperbaiki secara bagus,” ujarnya.
Kepala Desa Tanjungsepreh, Parno, juga menyampaikan hal senada. Ia menyoroti ketidakjelasan status jalan yang disebut milik Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) tetapi tidak ada tindak lanjut pembangunan secara serius.
“Demo ini supaya Kepala Daerah Magetan, Bupati, Kepala PU dan lain-lain semua nya ini memperhatikan jalan Tanjungsepreh. Katanya jalan Tanjungsepreh ini dianggap jalannya PU tapi wujudnya apa? Secara hitam di atas putih sampai sekarang juga belum tahu,” kata Parno.
Ia menyebut hanya dilakukan tambal sulam ringan tanpa pengerasan maksimal. “Jadi kepadatan aspal itu tidak maksimal sehingga kalau ada muatan berat aspal itu kalau musim hujan dimuati muatan berat sehingga gampang gampang keropos,” ujarnya.
Parno juga menyinggung tidak adanya pengawasan lalu lintas truk ODOL, sehingga makin banyak kecelakaan. “Terus terjadi kecelakaan saya enggak menghitung, enggak menghitung, enggak siang, enggak malam, ada kecelakaan srimpet, ada yang hidup, ada yang mati,” ucapnya.
Menurut Parno, truk bermuatan tanah uruk menjadi sasaran utama blokade. “Tujuannya masyarakat betul ini sudah ada banner di blokade ini tujuannya enggak boleh lewat di sini. Khusus truk bermuatan tanah uruk ya yang bermatanya full, gunanya full,” tegasnya.
Warga hanya mengizinkan truk bermuatan ringan seperti tanah liat untuk produksi genteng warga dan truk tebu dengan frekuensi terbatas. Hingga artikel ini ditulis, belum ada tanggapan resmi dari Pemerintah Kabupaten Magetan maupun Dinas PU setempat. [fiq/beq]
