JAKARTA – Menteri Kebudayaan Fadli Zon tampil sebagai pembicara kunci di Forum Inter-Civilisation Exchanges and Mutual Learning yang digelar Pemerintah Tiongkok melalui Global Civilisation Initiative (GCI)., Jumat, 11 Juli. Forum ini jadi ruang penting memperkuat kolaborasi budaya lintas negara demi masa depan yang lebih damai dan adil.
Dalam pidatonya, Menbud menegaskan dialog antarperadaban bukan sekadar wacana. “Dialog ini jembatan yang menyatukan bangsa. Lewat pertukaran pengetahuan, kita bisa merajut perdamaian, kemajuan, dan kemakmuran bersama,” ujar Menbud Fadli Zon seperti dikutip Jumat, 11 Juli.
Acara ini dihadiri para pemimpin negara Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Tema besar forum, Safeguarding the Diversity of Human Civilizations for World Peace and Development, menekankan pentingnya menjaga keragaman budaya sebagai fondasi perdamaian global.
Fadli mengapresiasi prakarsa Presiden Xi Jinping, sekaligus menegaskan dukungan Indonesia pada GCI. Ia menyinggung kunjungan Presiden RI Prabowo Subianto ke Tiongkok pada 2024 yang memperkuat kerja sama strategis kedua negara.
“Indonesia rumah keberagaman luar biasa. Ada lebih dari 1.340 kelompok etnis, 718 bahasa daerah, dan 2.213 warisan budaya takbenda (WBTB) yang telah terdata secara nasional dan lebih dari 50,000 WBTB potensial,” kata Fadli. Ia juga menggarisbawahi posisi penting Indonesia dalam sejarah manusia dengan penemuan Homo erectus dan Homo floresiensis di situs-situs arkeologi seperti Sangiran, Trinil, Ngandong, dan lukisan purba di Leang-Leang di Maros, Sulawesi Selatan.
Menurutnya, keberagaman bukan beban, melainkan kekuatan bangsa. “Bhinneka Tunggal Ika jadi pilar persatuan. Keberagaman kita ajarkan toleransi dan solidaritas,” tegasnya.
Fadli juga menyinggung tragedi Gaza yang menurutnya bukan hanya krisis geopolitik, tapi genosida peradaban. “Gaza adalah bencana budaya. Dunia tak boleh diam. Kita harus melawan standar ganda dalam perjuangan Palestina,” serunya.
Ia menegaskan Indonesia akan terus berdiri di garis depan membela hak rakyat Palestina untuk merdeka dan berdaulat.
Mengutip pidato Presiden Sukarno di Konferensi Asia Afrika 1955, Fadli mengingatkan pentingnya pengertian bersama dan kerja sama adil antarbangsa. Ia mendorong penguatan kerja sama Selatan-Selatan agar negara berkembang tak lagi tertinggal.
“Melalui dialog, penghargaan terhadap budaya, dan upaya menegakkan keadilan global, kita bisa membangun masa depan yang damai, inklusif, dan berkeadilan,” tutup Fadli Zon.
