Pengamat Sebut AS Masih Sangat Mungkin Serang Lagi Iran

Pengamat Sebut AS Masih Sangat Mungkin Serang Lagi Iran

Pengamat Sebut AS Masih Sangat Mungkin Serang Lagi Iran
Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com
– Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS),
Khairul Fahmi
, menyebut Amerika Serikat (AS) sangat mungkin kembali menggempur situs
nuklir Iran
.
Langkah militer itu berpeluang diambil karena laporan intelijen mengungkap kondisi yang bertentangan dengan klaim Presiden AS, Donald Trump, bahwa kerusakan pada fasilitas nuklir Iran hanya sementara dan tidak permanen.

Serangan militer AS
sebelumnya terhadap tiga fasilitas nuklir utama Iran dinilai belum cukup menghentikan seluruh kapasitas pengayaan uranium,” ujar Fahmi saat dihubungi
Kompas.com
, Minggu (6/7/2025).
Membaca situasi
geopolitik
saat ini, Fahmi melihat AS memiliki alasan dan kesiapan untuk kembali menyerang Iran.
Di antaranya, sikap negeri para mullah itu yang menghentikan inspeksi atau pengawasan terhadap proyek nuklir mereka.
Adapun Iran menyatakan sikap tegas tersebut sebagai bentuk protes atas standar ganda negara-negara berkuasa.
“Bagi Iran, penghentian inspeksi adalah bentuk protes terhadap ketimpangan perlakuan dalam sistem internasional,” ujar Fahmi.
Iran, kata dia, mempersoalkan fakta bahwa Israel juga memiliki senjata nuklir.
Namun, mereka tidak pernah dituntut untuk diawasi.
Sementara, Iran yang menjalankan program nuklir yang diklaim damai justru diawasi ketat dan diserang.

Di sisi lain, kata dia, Iran juga menuntut agar data inspeksi nuklir itu tidak digunakan sebagai kepentingan militer di suatu hari.
Permintaan ini disampaikan karena AS dan Israel menggunakan informasi intelijen terkait nuklir Iran di masa lalu sebagai dasar penyerangan.
“Mereka kini menuntut prinsip resiprokal dan jaminan keamanan sebagai syarat untuk kembali membuka diri terhadap pengawasan internasional,” tutur Fahmi.
Agresi militer di Gaza juga turut memperkeruh situasi.
Iran melihat serangan Israel di Gaza yang ditopang AS merupakan bentuk impunitas yang menciderai kredibilitas negara-negara Barat.
Di saat mendiamkan serangan brutal ke warga Palestina, mereka mendesak Iran menghentikan proyek nuklir.
Hal ini menjadi standar ganda yang tidak bisa diterima Iran.
“Dalam narasi mereka, membuka kembali inspeksi di tengah ketimpangan ini justru akan melemahkan posisi politik dan moral Iran, terutama di dunia Islam,” kata Fahmi.
Sementara, dari sisi AS sendiri, menyerang Iran merupakan keputusan yang juga diambil dengan memperhitungkan politik dalam negeri.
Trump disebut memiliki kepentingan membangun citra pemimpin yang tegas terhadap Iran, melindungi Israel, dan menjaga dominasi AS di Timur Tengah.
Meski demikian, menurut Fahmi, Trump harus berhitung.
Tindakan AS bisa memicu pembalasan skala besar dari Iran dengan menggempur pangkalan militer negeri Paman Sam di Timur Tengah.
Penutupan jalur distribusi minyak internasional di Selat Hormuz juga bisa mengacaukan kondisi pasar dan perekonomian dunia.
“Jadi, Amerika Serikat memang punya alasan dan kesiapan untuk menyerang lagi,” tutur Fahmi.
“Tapi keputusan itu jelas tak hanya bergantung pada nuklir Iran, melainkan juga situasi Gaza, sikap Israel, tekanan internasional, dan pertimbangan politik domestik Trump. Semua saling terkait dan membuat ketegangan ini jauh dari sekadar soal inspeksi uranium,” tambahnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.