Meski total konsumsi batu bara dunia mencapai sekitar 8-9 miliar ton, Bahlil merinci volume yang diperdagangkan hanya 1,2-1,3 miliar ton. Indonesia berkontribusi sangat besar dalam perdagangan tersebut, dengan produksi ekspor batu bara berada di kisaran 600-700 juta ton. Sehingga hampir 50 persen pasokan batubara dunia berasal dari Indonesia.
RKAB Terlalu Longgar Kelebihan pasokan ini terjadi akibat RKAB yang disetujui terlalu longgar dan tidak mempertimbangkan keseimbangan antara permintaan dan produksi.
“Akibat persetujuan RKAB jor-joran per tiga tahun, kita kesulitan menyesuaikan volume produksi batu bara dengan kebutuhan dunia, sehingga harga terus tertekan,” imbuh Bahlil.
Menurut dia, anjloknya harga batubara tidak hanya memberatkan para penambang, tetapi juga menurunkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya meninjau ulang aturan RKAB tiga tahunan.
“Penambang yang punya tambang harganya, mohon maaf sangat susah, PNBP kita pun itu turun akibat kebijakan yang kita buat bersama yakni membuat RKAB 3 tahun,” tutur Bahlil.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4800206/original/066988900_1712898827-20230121-ilustrasi-tambang-ilegal.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)