Soal Pemilu Dipisah, Wamendagri: Sejauh Mana Kewenangan MK dalam Pembentukan Undang-Undang?
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Wakil Menteri Dalam Negeri
Bima Arya
mempertanyakan lingkup kewenangan
Mahkamah Konstitusi
(MK) dalam pembentukan sebuah undang-undang.
Pertanyaan itu menjadi salah satu catatan Bima Arya merespons putusan MK nomor 135/PUU-XXIII/2025 yang memisahkan jadwal pemilu nasional dan lokal.
“Terlepas dari substansi keputusan MK Nomor 135 tersebut, saat ini sangat penting untuk kita telaah secara mendasar posisi MK dalam konteks ketatanegaraan di Indonesia,” kata Bima, kepada Kompas.com melalui pesan singkat, Kamis (3/7/2025).
“Sejauh mana kewenangan MK dalam konteks pembentukan undang-undang di Indonesia yang demokratis dengan DPR dan pemerintah sebagai institusi utama?” sambung dia.
Bima juga memberikan catatan bahwa Indonesia sebagai negara demokrasi memerlukan sistem politik dan kepemiluan yang kokoh dan melembaga.
Oleh sebab itu, Bima menilai yang dibutuhkan Indonesia adalah perbaikan sistematis dan melembaga melalui lembaga pembentuk undang-undang.
“Bukan sistem yang berubah-ubah secara ekstrem setiap pemilu. Karena tidak ada
sistem pemilu
yang sempurna di dunia ini,” ucap dia.
Bima Arya menyebut pemerintah sedang mempelajari secara detail dan teliti putusan 135 tersebut.
Karena menurut Bima, proses revisi UU Pemilu yang sedang dikerjakan saat ini harus berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945.
“Materi keputusan MK akan menjadi materi yang didiskusikan, dikaji ulang, dan diselaraskan dengan tujuan UUD 1945,” ujar dia.
Adapun putusan MK terkait
pemisahan pemilu
nasional dan daerah itu tertuang dalam putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024.
Keputusan tersebut menyatakan bahwa penyelenggaraan pemilu nasional dan lokal harus dilakukan secara terpisah mulai tahun 2029.
Putusan yang dibacakan MK pada Kamis (26/6/2025) tersebut menyatakan bahwa keserentakan penyelenggaraan pemilu yang konstitusional adalah dengan memisahkan pelaksanaan pemilihan umum nasional yang mencakup pemilihan anggota DPR, DPD, serta Presiden dan Wakil Presiden, dengan pemilu lokal yang meliputi pemilihan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota, gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota.
Hakim MK juga menyatakan bahwa pemilu lokal dilaksanakan dalam rentang waktu antara dua tahun hingga dua tahun enam bulan setelah pelantikan Presiden-Wakil Presiden dan DPR-DPD.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Soal Pemilu Dipisah, Wamendagri: Sejauh Mana Kewenangan MK dalam Pembentukan Undang-Undang?
/data/photo/2025/06/21/68568613b099c.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)