Mantan Menpora Imam Nahrawi Divonis Tujuh Tahun Penjara Imbas Korupsi dalam Memori Hari Ini, 29 Juni 2020

Mantan Menpora Imam Nahrawi Divonis Tujuh Tahun Penjara Imbas Korupsi dalam Memori Hari Ini, 29 Juni 2020

JAKARTA – Memori hari ini, lima tahun yang lalu, 29 Juni 2020, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi divonis 7 tahun penjara imbas korupsi. Majelis hakim Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat menganggap Imam terbukti menerima suap dana hibah atlet-pelatih.

Sebelumnya, Imam dikenal sebagai Menpora cekatan. Ia kerap terdepan urusan mengapresiasi atlet nasional berprestasi. Masalah muncul. Belakangan borok Imam kelihatan. Ia diduga menerima suap yang digunakan untuk kepentingan pribadi.

Kiprah Imam Nahrawi sebagai Menpora sempat membawa nuansa positif. Ia dianggap sebagai Menpora yang peduli dengan atlet nasional. Barang siapa yang punya prestasi membanggakan akan diapresiasi. Bonusnya dicairkan cepat.

Citra itu kian hancur kala ia diduga melakukan korupsi. Kemenpora di bawah kuasanya dianggap problematik. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah mengendus praktek korupsi yang dilakukan oleh petinggi Kemenpora. Alhasil, KPK berhasil menjalankan operasi tangkap tangan (OTT) petinggi Kemenpora.

Mereka menangkap Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi dan Olahraga Kementerian Pemuda dan Olahraga, Mulyana. Pejabat Pembuat Komitmen Kementerian Pemuda dan Olahraga Adhi Purnomo dan anggota stafnya, Eko Triyanto juga ikut ditangkap.

KPK menangkap pula Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat, Ending Fuad Hamidy dan Bendahara KONI Pusat, Johnny F. Awuy. Penangkapan itu terkait berbagai kasus korupsi.

Utamanya masalah dana hibah dari Kemenpora untuk pengawasan dan pendampingan seleksi bakal calon atlet-pelatih SEA Games. Nama Imam akhirnya terseret. KPK mengendus bahwa Imam ikut menerima suap. Memang tak secara langsung karena uang masuk lewat asistennya Miftahul Ulum.

KPK mencoba menelusuri lebih jauh keterlibatan Imam. Akhirnya, diketahui bahwa Imam terlibat dari korupsi dana hibah dari 2014 hingga 2018. KPK pun mengumumkan status Imam sebagai tersangka pada 18 September 2019. Kemudian, Imam mengundurkan diri dari jabatan Menpora.

“Dalam rentang 2014 – 2018, Imam selaku Menpora melalui Ulum selaku asisten pribadi Menpora diduga telah menerima uang sejumlah Rp14,7 miliar. Selain penerimaan uang tersebut, dalam rentang waktu 2016-2018, Imam selaku Menpora diduga juga meminta uang sejumlah total Rp11,8 miliar, hingga total dugaan penerimaan Rp26,5 miliar.”

“Uang itu diduga merupakan commitment fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan oleh pihak KONI kepada Kemenpora tahun anggaran 2018, penerimaan terkait Ketua Dewan Pengarah Satlak Prima dan penerimaan lain yang berhubungan dengan jabatan Imam selaku Menpora. Uang tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Menpora dan pihak lain yang terkait,” ungkap jubir KPK, Febri Diansyah dalam siaran persnya, dikutip laman KPK sehari setelahnya, 19 September 2019.

Kantor Kementerian Pemuda dan Olahraga RI (Kemenpora RI) di kawsan Senayan, Jakarta. (Kemenpora)

Persidangan kasus suap Imam pun berlangsung. Segenap rakyat Indonesia pun mengecam keterlibatan Imam dalam korupsi. Puncaknya, majelis hakim Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat memvonis Imam tujuh tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider kurungan tiga bulan pada 29 Juni 2020.

Imam dianggap terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi dan merugikan negara. Imam dinilai terbukti melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 dan Pasal 12B Ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

Namun, vonis itu jauh dari tuntutan jaksa yang ingin hukuman 10 tahun penjara. Majelis hakim dalam pertimbangannya menyebut Imam telah bersikap sopan dan belum pernah dihukum.

“Mengadili, menyatakan terdakwa Imam Nahrawi telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan beberapa tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut,” ujar ketua majelis hakim, Rosmina sebagaimana dikutip laman Kompas.com, 29 Juni 2020.