Mitos Malam Satu Suro yang Paling Diyakini Masyarakat Jawa

Mitos Malam Satu Suro yang Paling Diyakini Masyarakat Jawa

YOGYAKARTA – Malam Satu Suro selalu diselimuti aura mistis yang kental di Indonesia, terutama bagi masyarakat Jawa. Bukan sekadar pergantian tahun dalam kalender Jawa, banyak mitos Malam Satu Suro​ yang diyakini sarat akan kekuatan gaib.

Dari generasi ke generasi, cerita-cerita tentang mitos Malam Satu Suro terus berkembang, memunculkan beragam kepercayaan yang kadang membuat bulu kuduk berdiri.

Apa saja mitos paling populer yang masih sangat diyakini masyarakat hingga kini, dan mengapa narasi tersebut bisa sebegitu menakutkan? Mari kita selami lebih dalam.

Mengenal Mitos Malam Satu Suro dalam Masyarakat Jawa

Bulan Penuh Bencana dan Mahluk Gaib: Ketakutan yang Turun-temurun

Sebuah studi menarik dari skripsi berjudul “Tradisi Malam Satu Suro dan Pengaruhnya Terhadap Kehidupan Sosial Keagamaan Masyarakat” mengungkap bagaimana makna malam 1 Suro begitu melekat dalam benak sebagian besar masyarakat Jawa.

Masih banyak masyarakat yang menganggap, bulan Suro seringkali diartikan sebagai periode yang menyeramkan. Ini bukan hanya tentang suasana yang sepi, melainkan keyakinan kuat bahwa bulan ini penuh bencana dan merupakan bulannya para makhluk gaib bergentayangan.

Menariknya, pemahaman ini membentuk semacam kewaspadaan kolektif. Tidak heran jika banyak yang merasa lebih baik berdiam diri di rumah, mengurangi aktivitas di luar, atau bahkan menunda perjalanan jauh.

Selain itu, ketakutan akan hal-hal tak kasat mata yang konon lebih aktif di bulan ini menjadi alasan utama di balik sikap hati-hati tersebut.

Baca juga artikel yang membahas Arti Telinga Kiri Berdenging Menurut Jam Primbon, Pertanda Apa?

Pantangan yang Tak Boleh Dilanggar: Larangan Keluar Rumah dan Pesta Pernikahan

Selain citra bulan yang menyeramkan, penelitian yang sama juga menyoroti bagaimana berbagai macam mitos pantang untuk dilanggar masih sangat dipercayai.

Dua mitos yang paling kuat adalah larangan keluar rumah dan larangan untuk mengadakan pesta pernikahan selama malam 1 Suro.

Keyakinan akan bahaya di luar rumah selama malam sakral ini membuat banyak keluarga memilih untuk menghabiskan waktu di dalam, berdiam diri, atau melakukan ritual keagamaan. Hal ini kerap kali dikaitkan dengan risiko bertemu hal-hal tak diinginkan atau tertimpa musibah.

Kemudian lebih jauh lagi, larangan mengadakan pesta pernikahan di bulan Suro juga masih menjadi tradisi yang kuat. Masyarakat Jawa percaya bahwa pernikahan yang digelar pada bulan ini akan membawa kesialan atau bencana bagi pasangan yang menikah.

Akibatnya, jadwal pernikahan di berbagai daerah kerap diatur sedemikian rupa untuk menghindari bulan Suro, demi memastikan keberkahan dan kelancaran rumah tangga.

Sementara itu, sebuah penelitian mendalam berjudul “Makna Komunikasi Ritual Masyarakat Jawa (Studi Kasus pada Tradisi Perayaan Malam Satu Suro di Keraton Yogyakarta, Keraton Surakarta, dan Pura Mangkunegaran Solo)” memberikan gambaran lainnya yang kerap dikaitkan dengan Malam Satu Suro.

Asal Usul Mitos Tidak Boleh Berisik

Salah satu ritual yang paling mencolok adalah Mubeng Benteng dan Tapa Bisu di Keraton Yogyakarta.

Pada malam 1 Suro, para abdi dalem dan masyarakat yang ikut serta akan berjalan mengelilingi benteng keraton dalam keheningan total, tanpa berbicara sepatah kata pun.

Ritual tidak berbicara atau berisik ini menjadi wujud dari pengendalian diri dan penghormatan terhadap malam yang dianggap suci, menciptakan suasana khidmat yang berbeda.

Selain keheningan ritual, larangan berkata kasar atau buruk juga menjadi pantangan yang sangat ditekankan saat Malam Satu Suro tiba.

Kepercayaan ini berakar dari keyakinan bahwa apa yang diucapkan pada malam tersebut, terutama hal-hal negatif, bisa menjadi kenyataan. Ini diperkuat dengan pandangan sebagian masyarakat Jawa yang meyakini keberadaan makhluk gaib yang konon lebih aktif di bulan Suro.

Para makhluk halus ini, menurut keyakinan, akan keluar dan mencari manusia yang bertindak lalai dalam ingat dan waspada (eling lan waspada). Oleh karena itu, menjaga lisan, pikiran, dan perilaku menjadi sangat penting untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, seolah setiap kata memiliki kekuatan magisnya sendiri.

Pantangan Pindahan dan Membangun Rumah

Tak hanya soal perilaku dan ucapan, Malam Satu Suro juga membawa pantangan terkait aktivitas fisik besar seperti pindahan ataupun membangun rumah.

Masyarakat Jawa sangat tidak menyarankan kedua aktivitas ini dilakukan pada malam tersebut. Alasannya sederhana adanya keyakinan kuat bahwa tindakan tersebut dapat mendatangkan kesialan.

Selain mitos malam satu suro​, ikuti artikel-artikel menarik lainnya juga ya. Ingin tahu informasi menarik lainnya? Jangan ketinggalan, pantau terus kabar terupdate dari VOI dan follow semua akun sosial medianya!