JAKARTA – Laporan Unit 42 Extortion and Ransomware Trends untuk periode Januari-Maret 2025 dari Palo Alto Networks mengungkapkan bahwa pelaku ancaman siber terus mengembangkan taktik mereka, dan berkolaborasi dengan kelompok lain.
Selain itu, laporan ini juga melihat di mana para penyerang juga semakin mengandalkan metode pemerasan untuk menekan korban agar membayar tebusan, menjadikan serangan ini lebih personal dan manipulatif.
Dalam hal serangan, Palo Alto Networks mengungkapkan kalau sektor manufaktur tetap menjadi sasaran utama dari para pelaku siber, diikuti oleh grosir & ritel, serta layanan profesional & hukum.
“Kami melihat pergeseran dalam cara operasi para pelaku ransomware. Mereka kini meninggalkan metode enkripsi tradisional dan beralih ke teknik yang lebih manipulatif seperti penyamaran identitas, perekrutan orang dalam, hingga penggunaan alat yang mampu menonaktifkan sistem keamanan,” ungkap Philippa Cogswell, Vice President & Managing Partner Unit 42, Palo Alto Networks untuk Asia-Pasifik & Jepang.
Dalam konteks lokal, Indonesia juga turut menjadi sasaran serangan. Berdasarkan Laporan Lanskap Keamanan Siber dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) 2024, tercatat 514.508 aktivitas ransomware dari total 330 juta trafik anomali sepanjang tahun lalu.
Country Manager Palo Alto Networks Indonesia, Adi Rusli menyatakan bahwa bisnis di Indonesia perlu terus berinvestasi pada teknologi keamanan siber dan membangun fondasi ini dengan peningkatan keamanan yang berkelanjutan serta pemantauan ancaman.
“Perlindungan yang efektif memerlukan pendekatan berbasis platform yang memberikan visibilitas jaringan secara menyeluruh untuk memantau trafik dan memblokir aktivitas mencurigakan, serta peninjauan keamanan secara berkala, pelatihan pegawai, dan rencana tanggap ancaman yang solid,” tambah Adi.
