Prabowo Ambil Alih Polemik 4 Pulau, Nasir Djamil: Bentuk Koreksi Kepmendagri

Prabowo Ambil Alih Polemik 4 Pulau, Nasir Djamil: Bentuk Koreksi Kepmendagri

Prabowo Ambil Alih Polemik 4 Pulau, Nasir Djamil: Bentuk Koreksi Kepmendagri
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Anggota Komisi III DPR
Nasir Djamil
menyatakan bahwa langkah Presiden
Prabowo Subianto
yang mengambil alih polemik penetapan empat pulau yang diklaim masuk ke wilayah Sumatera Utara merupakan bentuk koreksi terhadap keputusan
Kementerian Dalam Negeri
(Kemendagri).
Adapun
polemik empat pulau
santer terdengar setelah pemerintah pusat melalui Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan pada 25 April 2025, menyatakan bahwa empat pulau milik Aceh masuk dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumut.
“Pengambil alihan ini juga dalam pandangan kami sebagai bentuk koreksi terhadap keputusan Mendagri tersebut,” kata Nasir yang ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (17/6/2025).
“Jadi koreksi Presiden sebagai Kepala Negara dan sebagai Kepala Pemerintahan terhadap Menterinya yang barangkali dalam keputusan itu belum sempurna. Tidak bijak menyikapi daerah-daerah yang dulu pernah mengalami konflik bersenjata seperti Aceh-Indonesia,” tambah dia.
Menurut Nasir, intervensi Presiden juga bertujuan meredam ketegangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, khususnya
Aceh dan Sumatera Utara
, terkait status administratif empat pulau tersebut.
“Sepengetahuan saya, mengambil alih isu ini oleh Presiden kan dimaksud untuk meredakan ketegangan antara pusat dan daerah dan juga antara Aceh dan Sumatera Utara. Kami percaya bahwa tidak ada kepentingan apapun dari Presiden Prabowo Subianto terkait mengambil alih isu ini atau kasus ini,” terangnya.
Ia mengingatkan bahwa Aceh adalah wilayah yang memiliki sensitivitas historis dan politis karena pernah mengalami konflik bersenjata.
Karena itu, menurutnya, penyikapan terhadap Aceh harus mengedepankan sensitivitas, bukan hanya otoritas formal.
“Jadi itu sensitivitas itu dibutuhkan, bukan hanya sekadar otoritas. Jadi otoritas minus sensitivitas ya akibatnya seperti ini,” ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Lebih lanjut, Nasir membeberkan bahwa dari sisi sejarah, administrasi, hingga penamaan pulau, empat pulau tersebut sebenarnya berada di bawah kewenangan Aceh.
Namun, pada 2009, Pemerintah Aceh sempat melakukan kekeliruan dalam pengajuan data pulau.
“Cuma memang di tahun 2009, waktu itu Aceh keliru dalam memberikan koordinat. Dan menyampaikan ada 260 pulau, tidak termasuk 4 pulau ini. Tapi itu kemudian dikoreksi, kemudian diperbaiki, kemudian diajukan tapi tidak pernah disahuti, tidak pernah diterima, tidak pernah dijawab oleh pemerintah pusat,” jelas legislator asal Aceh ini.

Sebagai informasi, polemik empat pulau ini mencuat usai adanya keputusan Kementerian Dalam Negeri yang menyatakan empat pulau di perbatasan Aceh dan Sumut masuk ke dalam wilayah administratif Sumatera Utara.
Keputusan ini menuai keberatan dari Pemerintah Aceh dan sejumlah elemen masyarakat di daerah tersebut.
Presiden Prabowo Subianto, menurut Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, turun tangan langsung terkait polemik ini.
Dasco menyatakan, Prabowo sebagai Kepala Negara memutuskan bakal mengambil alih penuh persoalan tersebut.
Menurutnya, Prabowo segera memutuskan langkah terbaik untuk menyelesaikan hal tersebut. “Hasil komunikasi DPR RI dengan Presiden RI, bahwa Presiden mengambil alih persoalan batas pulau yang menjadi dinamika antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatra Utara,” ujar Dasco dalam keterangannya, Sabtu (14/6/2025) malam.
Dasco mengatakan, Prabowo menargetkan keputusan terkait pemindahan kepemilikan empat pulau tersebut sudah bisa rampung pekan depan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.