Jakarta, Beritasatu.com – Ahli hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Muhammad Fatahillah Akbar, menyatakan seorang penyidik, termasuk dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), diperbolehkan menjadi saksi dalam persidangan, asalkan hanya menyampaikan kesaksian atas peristiwa yang secara langsung dialami, dilihat, atau didengar sendiri.
Pernyataan ini disampaikan saat Akbar hadir sebagai ahli dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap terkait pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) Anggota DPR 2019–2024 serta dugaan perintangan penyidikan dalam kasus Harun Masiku, dengan terdakwa Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto. Sidang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (5/6/2025).
Dalam persidangan, kuasa hukum Hasto, Ronny Talapessy, menanyakan legalitas seorang penyidik menjadi saksi yang menyampaikan rangkaian keterangan hasil pemeriksaan saksi lain di persidangan. Ia memberikan ilustrasi terkait penyidik yang menjelaskan hasil pemeriksaan berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
“Di dalam persidangan dia menceritakan hasil pemeriksaan tersebut. Apakah secara hukum itu diperbolehkan?” tanya Ronny.
Akbar menegaskan, penyidik hanya dapat memberikan kesaksian atas hal yang ia alami sendiri.
“Kalau dia hanya menerangkan hal yang dialami sendiri—yang dilihat dan didengar langsung—itu diperbolehkan. Tapi kalau hanya menyampaikan ulang hasil pemeriksaan, cukup saksi yang bersangkutan yang memberikan keterangannya sendiri,” jawab Akbar.
Namun Ronny belum puas dan kembali mendesak Akbar memberikan jawaban konkret terkait penyidik sebagai saksi fakta. Ia bertanya apakah penyidik bisa menjadi saksi yang menjelaskan isi BAP yang dibuatnya.
“Tidak bisa,” tegas Akbar.
Akbar menambahkan, nilai pembuktian kesaksian seorang penyidik yang hadir di pengadilan tetap bergantung pada pertimbangan majelis hakim.
Dalam perkara Hasto Kristiyanto, jaksa KPK telah menghadirkan sekitar 15 saksi dari berbagai latar belakang, termasuk penyidik KPK Rossa Purbo Bekti dan mantan kader PDIP, Saeful Bahri, yang disebut sebagai saksi kunci. Mereka memberikan keterangan terkait dugaan suap dan perintangan penyidikan kasus PAW Harun Masiku.
Selain itu, jaksa juga menghadirkan tiga ahli, yaitu Bob Hardian Syahbuddin (ahli teknologi informasi dari Universitas Indonesia), Hafni Ferdian (ahli forensik KPK), dan Muhammad Fatahillah Akbar (ahli hukum pidana UGM).
Dalam dakwaan, Hasto bersama advokat Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku disebut memberikan suap sebesar SG$ 57.350 (sekitar Rp 600 juta) kepada Komisioner KPU Wahyu Setiawan antara 2019–2020. Uang itu diduga untuk memuluskan PAW Caleg Dapil Sumatera Selatan I dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
Hasto juga didakwa menghalangi penyidikan dengan memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam ponsel ke dalam air pasca operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Wahyu Setiawan. Ia juga disebut menyuruh ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan ponsel sebagai antisipasi penyitaan oleh penyidik KPK.
Atas perbuatannya, Hasto didakwa melanggar Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1), Pasal 55 ayat (1) ke-1, dan Pasal 64 ayat (1) KUHP.
