Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan indikasi potensi kerugian PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) mencapai US$8,95 juta atau setara Rp146,11 miliar (asumsi kurs Rp16.325 per US$).
Potensi itu muncul imbas transaksi penjualan produk aluminium alloy kepada PT PASU.
Adapun, temuan itu termaktub dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II-2024. Temuan pemborosan tersebut terdapat dalam pemeriksaan terhadap pendapatan, biaya, dan investasi badan usaha milik negara (BUMN), dan badan lainnya.
BPK mencatat Inalum menjual aluminium alloy kepada PT PASU dengan metode pembayaran document againts acceptance (D/A) tanpa agunan. Menurut BPK, metode yang hanya diberikan kepada PT PASU tersebut tidak sesuai dengan SK Direksi Nomor SK-020/DIR/2019.
Adapun, aturan itu mengatur bahwa tata cara pembayaran penjualan wajib menggunakan metode pembayaran di muka.
BPK menyebut, penjualan dengan metode D/A atau janji bayar tanpa jaminan/garansi tersebut berisiko tidak terbayar jika pembeli tidak dapat memenuhi kewajibannya.
“Hal ini mengakibatkan potensi kerugian perusahaan atas piutang usaha tak tertagih serta bunga dan denda PT PASU sebesar US$8,95 juta,” tulis BPK dalam laporan IHPS II-2024, dikutip Jumat (30/5/2025).
Oleh karena itu, BPK merekomendasikan direktur utama Inalum agar membuat kebijakan baru atau merevisi kebijakan lama dalam penjualan produk yang mempertimbangkan prinsip Business Judgement Rules.
Selain itu, BPK juga meminta direktur utama Inalum bersama direktur keuangan melakukan upaya penguatan manajemen risiko perusahaan dan lebih aktif dalam melakukan upaya penagihan piutang PT PASU.
