Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Solihin menyatakan, aturan menyeragamkan kemasan rokok menambah beban para pelaku usaha dan menyulitkan konsumen untuk membedakan antara rokok legal dan ilegal.
Ia berharap pemerintah mempertimbangkan kondisi ekonomi saat ini dan tidak memberlakukan kebijakan yang dapat membebani pelaku usaha.
“Pemerintah seharusnya mendorong kemudahan berusaha,” kata Solihin dikutip dari Antara, Sabtu (26/4/2025).
Ia juga menyoroti potensi semakin maraknya rokok ilegal, karena kemasan produk yang seragam akan menyulitkan konsumen dalam mengidentifikasi merek rokok legal yang biasa mereka beli.
“Rokok ilegal yang sudah marak saja belum sepenuhnya bisa ditindak, apalagi dengan tambahan kebijakan seragam kemasan,” ujarnya pula.
Selain itu, ia menyatakan bahwa pengawasan terhadap implementasi aturan tersebut juga menimbulkan tantangan besar, terutama di tingkat pengecer, khususnya warung kecil dan toko kelontong.
“Kalau di supermarket mungkin masih bisa dikontrol, tapi tidak demikian dengan toko-toko kecil,” ujar Solihin.
Senada dengan Solihin, Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wachjudi juga mengatakan bahwa usulan penyeragaman kemasan rokok berpotensi meningkatkan peredaran rokok ilegal di pasaran.
“Ini bisa menimbulkan kebingungan di masyarakat dan membuka celah makin banyaknya rokok ilegal di pasaran,” ujarnya pula.
Dia juga menyoroti lemahnya penindakan terhadap rokok ilegal, yang selama ini hanya menyasar level distribusi seperti pengecer dan sopir pengangkut, bukan sampai ke produsen atau pabrik.
“Kami belum pernah mendengar adanya tindakan tegas terhadap mesin produksi rokok ilegal,” kata Benny Wachjudi.
Gaprindo mencatat bahwa pendapatan cukai rokok mencapai sekitar Rp216,9 triliun pada 2024, mendekati target Rp230 triliun, yang sebagian besar dipengaruhi oleh daya beli masyarakat.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1340941/original/087833900_1473330228-673x373.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)