Liputan6.com, Jakarta – Nadia berdiri di depan meja pendaftaran di pelataran Gedung Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, tempat orang mengantre membawa map berisi lembaran persyaratan dan harapan.
Mereka adalah pelamar kerja yang mengincar posisi sebagai pegawai kontrak di lingkungan Pemprov DKI Jakarta mulai dari Pasukan Oranye (PPSU), Pasukan Biru (Tata Air), Pasukan Hijau (Pertamanan) hingga Pasukan Putih (Kelistrikan). Sambil tersenyum dan bercanda, Nadia sibuk memandu pelamar kerja.
“Yang belum, ke sini dulu!” kata Nadia.
Hari itu, sekitar 1.500 pelamar kerja datang, posisi paling diminati adalah PPSU, dengan lebih dari 750 pendaftar.
“PPSU paling terbanyak 750-an,” ujar dia.
Di antara pelamar kerja, datang Naufaldi menghampiri. Usianya belum genap tiga puluh. Dia mengenakan sweater cokelat, ransel hitam digendongnya. Begitu di meja pendaftaran, Naufaldi bergegas mengeluarkan berkas-berkas persyaratan dan diletakan di bagian PPSU.
Naufaldi datang dari Jakarta Timur. Sehari-hari memanfaatkan kuda besi, mengantarkan penumpang ke tempat tujuan.
Usai pulang ke rumah, tetangga dan adiknya memberikan informasi terkait ada lowongan pekerja di Pemprov DKI Jakarta. Naufaldi langsung menyiapkan berkas surat lamaran, SKCK, surat kesehatan, surat bebas narkoba, semuanya diurus dalam dua hari. Meski ijazah terakhirnya adalah paket, tak menyurutkan niatnya.
“Tahu ada lowongan ini dari tetangga sama adik. Langsung aja niat, kali aja bisa kerja lebih layak lagi dari ojol,” kata Novaldi memulai perbincangan dengan Liputan6.com, Kamis (24/4/2025).
Bukan tanpa alasan, Naufaldi mencoba peruntungan. Menurut dia, pengemudi ojek daring sejak pandemi, makin mengkhawatirkan. Penghasilannya menjadi tak menentu.
“Habis dapat kabar loker itu ngurus sehari dua hari nganterin. Ya mau gimana, jadi ojol kadang cuma dapat lima puluh ribu, kadang tujuh puluh ribu. Padahal kebutuhan makin banyak,” ujar dia.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5197562/original/075582900_1745478016-IMG_0121.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)