Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah Indonesia kini tengah memacu impor komoditas energi dari Amerika Serikat (AS), seperti minyak mentah (crude oil), elpiji (LPG), dan bahan bakar minyak (BBM). Hal itu dilakukan untuk menyeimbangkan neraca perdagangan kedua negara.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan, lonjakan impor ini juga menjadi bagian dari strategi diplomasi untuk menegosiasikan tarif impor yang dikenakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap produk ekspor asal Indonesia sebesar 32%.
“Kita tahu neraca dagang Indonesia surplus sekitar US$ 14,5 miliar menurut data BPS, tetapi angka itu berbeda dengan pencatatan di Amerika. Untuk menyesuaikan, salah satu solusinya adalah meningkatkan impor energi dari AS,” ujar Bahlil di Istana Kepresidenan, Kamis (17/4/2025).
Target Impor Energi dari AS Naik Drastis
Bahlil mengungkapkan, pemerintah menargetkan impor LPG dari AS yang saat ini mencapai 54% akan ditingkatkan menjadi 80-85%. Sementara porsi impor crude oil, yang sebelumnya di bawah 4%, akan melonjak ke angka lebih dari 40%.
Untuk BBM, jumlah impor dari AS yang masih minim juga akan ditambah dalam waktu dekat. “BBM juga demikian, nanti detailnya akan dibahas lebih teknis dengan tim dan Pertamina,” tambahnya.
Strategi Diplomasi Ekonomi Lewat Energi
Bahlil menegaskan, peningkatan kuota impor energi dari AS ini masih dalam tahap perundingan. Pembahasan tersebut dipimpin langsung Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang tengah berada di Washington bersama tim lobi Indonesia.
“Kita masih akan bahas detail teknisnya bersama tim dan Pertamina. Setelah negosiasi selesai, baru akan ditindaklanjuti untuk pengiriman,” tutup Bahlil.
Langkah impor crude oil, LPG, dan BBM menjadi bagian dari strategi jangka panjang pemerintah dalam menghadapi kebijakan tarif impor Trump dan menata ulang neraca dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat.
