Liputan6.com, Jakarta Harga minyak dunia melonjak lebih dari USD 1 per barel pada Rabu (16/4) karena kekhawatiran terhadap pasokan global. Lonjakan harga minyak ini dipicu oleh sanksi baru yang diberlakukan oleh Amerika Serikat terhadap importir minyak Iran asal Tiongkok.
Dikutip dari CNBC, kamis (17/4/2025), kontrak berjangka Brent naik USD 1,18 atau 1,82% menjadi USD 65,85 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) menguat USD 1,14 atau 1,86% dan ditutup pada level USD 62,47 per barel.
Pemerintah AS menargetkan ekspor minyak Iran dengan sanksi baru, termasuk terhadap salah satu kilang independen (teapot refinery) di Tiongkok. Langkah ini merupakan bagian dari strategi Presiden Donald Trump untuk menekan Teheran dan menghentikan ekspor minyak Iran secara total.
Di sisi lain, Iran menegaskan bahwa hak negara tersebut untuk memperkaya uranium tidak bisa dinegosiasikan. Menteri Luar Negeri Abbas Araqchi menyampaikan pernyataan ini menjelang putaran negosiasi nuklir berikutnya di Roma, Sabtu mendatang.
Dukungan OPEC dan Laporan EIA Bantu Dorong Harga Minyak
Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) mengungkapkan bahwa Irak, Kazakhstan, dan negara lain telah memperbarui rencana pemotongan produksi sebagai kompensasi karena sebelumnya melebihi kuota. Komitmen ini turut mendorong penguatan harga minyak dunia.
Di sisi lain, Administrasi Informasi Energi AS (EIA) melaporkan bahwa stok minyak mentah AS meningkat sebesar 515.000 barel menjadi 442,9 juta barel pada pekan yang berakhir 11 April. Angka ini sedikit di atas ekspektasi pasar yang memperkirakan kenaikan 507.000 barel. Namun, persediaan bensin dan distilat justru mengalami penurunan.
Sementara itu, Badan Energi Internasional (IEA) memperkirakan bahwa pertumbuhan permintaan minyak global pada 2025 akan menjadi yang paling lambat dalam lima tahun terakhir.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/920709/original/042589400_1436217805-harga-minyak-mentah-merosot-130413b.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)