Bertambah 1 Lagi, Tersangka Suap Vonis Lepas Korupsi CPO Jadi 8 Orang

Bertambah 1 Lagi, Tersangka Suap Vonis Lepas Korupsi CPO Jadi 8 Orang

Jakarta, Beritasatu.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menetapkan satu tersangka baru dalam kasus suap terkait vonis lepas korporasi terdakwa korupsi ekspor minyak kelapa sawit mentah atau CPO. Total tersangka saat ini sudah delapan orang.

Sosok tersangka baru yang diumumkan Kejagung malam ini, adalah Muhammad Syafei (MSY) yang merupakan social security legal Wilmar Group.

“Berdasarkan keterangan saksi dan dokumen, penyidik menyimpulkan telah ditemukan dua alat bukti yang cukup sehingga menetapkan satu orang tersangka atas nama MSY,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Abdul Qohar dalam jumpa pers di Gedung Kejagung, Jakarta, Selasa (15/4/2025).

Qohar mengatakan MSY langsung ditahan di Rumah Tahanan Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan terhitung hari ini untuk kebutuhan penyidikan.

Dalam perkara ini, MSY berperan sebagai pihak yang menyiapkan dana sebesar Rp 60 miliar untuk menyuap hakim agar memvonis bebas terdakwa kasus korupsi ekspor CPO.

Ada tiga perusahaan yang terlibat dalam kasus korupsi ekspor CPO, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group. Ketiga perusahaan itu divonis lepas oleh majelis hakim pada sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Belakangan terungkap hakim yang memvonis lepas ketiga terdakwa korporasi yang terlibat korupsi CPO itu diduga menerima suap Rp 60 miliar.

Kejagung sejauh ini sudah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus suap penanganan perkara ekspor CPO. Selain Muhammad Syafei, tujuh 

tersangka lain, adalah Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan  Muhammad Arif Nuryanta, Panitera Muda Perdata Jakarta Utara Wahyu Gunawan, kuasa hukum korporasi Marcella Santoso, dan Ariyanto Bakri. 

Kemudian tiga tersangka lagi merupakan majelis hakim yang memvonis lepas tiga terdakwa korporasi yang melakukan korupsi dalam ekspor CPO, yakni Djuyamto (ketua majelis hakim), Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom.