Sekar Arum Ditangkap, Ini Hukum Mengedarkan Uang Palsu di Indonesia

Sekar Arum Ditangkap, Ini Hukum Mengedarkan Uang Palsu di Indonesia

Jakarta, Beritasatu.com – Penangkapan mantan artis sinetron kolosal, Sekar Arum Widara, membuka kembali perhatian publik terhadap bahaya peredaran uang palsu di Indonesia.

Sekar ditangkap aparat kepolisian di sebuah pusat perbelanjaan di Lippo Mall Kemang, Jakarta Selatan, setelah kedapatan menggunakan lembaran rupiah palsu untuk berbelanja. Dari tangan pelaku, polisi menyita ribuan lembar uang palsu pecahan Rp 100.000 dengan total nilai lebih dari Rp 200 juta.

Kasus Sekar ini menegaskan bahwa siapa pun dapat terlibat dalam tindak kejahatan ini, baik sebagai pelaku utama maupun bagian dari jaringan yang lebih luas dapat ditindak secara hukum.

Lantas, apa hukum yang bisa menjerat pelaku pengedar uang palsu di Indonesia? Dihimpun dari berbagai sumber, berikut ulasan lengkapnya!

Hukum Mengedarkan Uang Palsu

Peredaran uang palsu merupakan ancaman serius terhadap kestabilan ekonomi dan sistem keuangan nasional. Di Indonesia, mata uang yang sah adalah Rupiah, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Segala bentuk pemalsuan atau penyebaran uang palsu merupakan tindak pidana berat.

Undang-Undang Mata Uang secara tegas melarang pemalsuan rupiah, sebagaimana tercantum dalam Pasal 26 ayat (1). Pelaku pemalsuan yang melanggar ketentuan ini dapat dijerat dengan hukuman penjara hingga 10 tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar sesuai Pasal 36 ayat (1).

Sementara, berdasarkan Pasal 244 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menegaskan bahwa membuat tiruan atau memalsukan uang yang dikeluarkan negara atau bank dengan tujuan untuk mengedarkan akan dikenai hukuman penjara paling lama 15 tahun.

Tak hanya pembuat, penyebar uang palsu pun dijerat pidana. Pasal 26 ayat (3) UU Mata Uang dan Pasal 245 KUHP melarang dan mengatur sanksi bagi individu yang dengan sadar menyebarkan, menyimpan, atau membawa uang palsu dengan maksud mengedarkannya. Ancaman hukumannya juga mencapai 15 tahun penjara.

Dapat Menggerus Kepercayaan Publik

Tindakan pemalsuan uang masuk dalam kategori tindak pidana pemalsuan. Kejahatan ini tidak hanya merugikan individu, tetapi juga mengikis kepercayaan masyarakat terhadap rupiah sebagai alat tukar resmi.

Bank Indonesia sebagai otoritas penerbit uang bekerja sama dengan berbagai lembaga untuk menanggulangi peredaran uang palsu. Teknologi keamanan canggih dan edukasi masyarakat menjadi dua strategi utama yang diterapkan.

Dari sisi sosial, peredaran uang palsu dapat menggoyahkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan. Usaha kecil dan menengah sangat rentan, dan dampaknya bisa menjalar pada tingkat inflasi serta daya beli masyarakat secara umum.

Secara keseluruhan, pemberantasan uang palsu bukan hanya tugas aparat hukum, tetapi juga membutuhkan partisipasi aktif masyarakat. Penegakan hukum yang tegas dan edukasi publik merupakan fondasi penting untuk menjaga stabilitas ekonomi negara.

Kasus yang menjerat Sekar Arum Widara menjadi pengingat bahwa peredaran uang palsu bukan sekadar pelanggaran hukum, melainkan juga ancaman terhadap stabilitas ekonomi dan kepercayaan masyarakat terhadap rupiah sebagai alat tukar yang sah.