TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pendiri Haidar Alwi Care dan Haidar Alwi Institute, R Haidar Alwi, menyoroti dampak luas dari kebijakan proteksionis yang kembali digaungkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Kebijakan tarif impor yang direncanakan akan diumumkan hari ini berpotensi mengguncang perdagangan global dan semakin memperkuat dominasi Dolar AS.
Dampak dari kebijakan ini terhadap ekonomi Indonesia tidak bisa dipandang sebelah mata, terutama terkait pelemahan Rupiah, ketidakstabilan pasar modal, serta tekanan pada sektor ekspor dan impor.
“Dalam situasi seperti ini, Indonesia harus mengambil langkah proaktif dengan strategi yang matang untuk melindungi kepentingan ekonomi nasional dan menciptakan peluang baru di tengah tantangan global,” ujar Haidar Alwi melalui keterangan tertulis, Rabu (2/4/2025).
Menurut Haidar Alwi, kebijakan tarif impor yang diterapkan AS merupakan bagian dari strategi proteksionisme yang bertujuan untuk melindungi industri domestik mereka.
Namun, kebijakan ini membawa efek domino yang luas bagi perekonomian global, termasuk Indonesia.
“Ketika AS menaikkan tarif impor, barang-barang dari negara lain menjadi lebih mahal di pasar mereka. Ini bisa menghambat ekspor Indonesia, terutama untuk komoditas unggulan seperti batu bara, nikel, dan CPO (Crude Palm Oil),” ungkap Haidar Alwi.
Selain itu, dampak terhadap nilai tukar Rupiah juga menjadi perhatian utama.
Haidar yang sedang berada di Mekkah menjelaskan bahwa ketika kebijakan proteksionisme diberlakukan, investor global cenderung mengalihkan modal mereka ke aset yang lebih aman, seperti Dolar AS.
“Akibatnya, permintaan terhadap Dolar meningkat, sementara mata uang negara berkembang seperti Rupiah tertekan. Jika Bank Indonesia tidak melakukan intervensi yang cukup, ada kemungkinan Rupiah akan melemah hingga menyentuh Rp 17.000 per Dolar AS,” jelas Haidar Alwi.
Di sektor perdagangan, tarif impor yang lebih tinggi akan meningkatkan harga barang Indonesia di pasar AS, membuatnya kurang kompetitif dibandingkan produk dari negara lain yang memiliki kebijakan perdagangan yang lebih fleksibel.
“Ketika harga naik akibat tarif, permintaan terhadap produk kita bisa menurun. Ini bisa berdampak negatif terhadap neraca perdagangan Indonesia,” kata Haidar Alwi.
Dalam menghadapi situasi ini, Haidar Alwi menekankan pentingnya diversifikasi pasar ekspor sebagai langkah mitigasi risiko.
“Indonesia harus segera mencari alternatif pasar ekspor yang lebih stabil dan tidak bergantung pada kebijakan proteksionis AS. Negara-negara di Asia, Eropa, dan Timur Tengah bisa menjadi mitra dagang yang lebih potensial,” kata Haidar Alwi.
Selain itu, ia juga menekankan pentingnya penguatan industri dalam negeri agar Indonesia tidak terus bergantung pada ekspor bahan mentah.
“Kita harus mulai fokus pada industrialisasi dan hilirisasi. Jangan hanya mengekspor bahan mentah, tetapi juga produk jadi dengan nilai tambah yang lebih tinggi. Dengan begitu, kita bisa tetap kompetitif di pasar global, sekaligus mengurangi ketergantungan pada pasar tertentu,” jelas Haidar Alwi.
Lebih jauh lagi, Haidar Alwi menyarankan agar pemerintah mengambil langkah-langkah konkret dalam menghadapi gejolak ekonomi global, seperti meningkatkan investasi domestik dan asing. Menyederhanakan regulasi bagi investor agar lebih banyak modal masuk ke sektor-sektor strategis di dalam negeri.
Memperkuat industri manufaktur agar Indonesia mampu menghasilkan produk jadi yang memiliki daya saing tinggi di pasar internasional.
“Kebijakan Moneter yang Adaptif. Bank Indonesia harus lebih aktif dalam menjaga stabilitas rupiah melalui kebijakan yang fleksibel dan responsif,” katanya.
Memberikan insentif bagi pengembangan teknologi dan riset inovasi agar Indonesia memiliki daya saing yang lebih kuat di kancah global.
Menjalin kerja sama perdagangan yang lebih luas dengan negara-negara yang tidak terlalu terdampak kebijakan proteksionis AS.
Haidar Alwi menegaskan bahwa di balik tantangan yang dihadapi, ada peluang besar bagi Indonesia untuk bertransformasi menjadi negara dengan ekonomi yang lebih kuat dan mandiri.
“Kita tidak boleh hanya terpaku pada ketakutan akan dampak negatif dari kebijakan Trump. Justru, ini adalah kesempatan bagi kita untuk membangun ketahanan ekonomi yang lebih solid,” ujar Haidar Alwi.
Salah satu peluang yang bisa dimanfaatkan adalah meningkatnya kebutuhan akan produk lokal sebagai akibat dari menurunnya impor barang dari luar negeri.
“Jika barang impor menjadi lebih mahal akibat perang dagang, maka ini adalah momentum bagi industri lokal untuk mengambil alih pasar domestik. Dengan dorongan yang tepat dari pemerintah, sektor manufaktur kita bisa berkembang pesat,” pungkasnya.