TRIBUNNEWS.COM – Dalam beberapa waktu terakhir, pemerintah Israel kembali memperketat pembatasan akses bagi warga Palestina yang ingin beribadah di Masjid Al-Aqsa, salah satu situs tersuci dalam agama Islam.
Kebijakan ini dikeluarkan di tengah meningkatnya serangan pasukan IDF (Angkatan Pertahanan Israel) di berbagai wilayah Gaza, yang semakin memperumit kondisi bagi umat Muslim yang ingin menjalankan ibadah, terutama di bulan suci Ramadhan.
Bagaimana Pembatasan Ini Diterapkan?
Berdasarkan informasi, pembatasan ini mempengaruhi jumlah warga Palestina yang diperbolehkan untuk melakukan iktikaf di Masjid Al-Aqsa.
Para petugas Israel di pos pemeriksaan Qalandiya, yang terletak di utara Yerusalem, mulai melakukan pemeriksaan ketat terhadap kartu identitas dan izin beribadah.
Mengapa Israel Membatasi Akses ke Masjid Al-Aqsa?
Pembatasan ini sebenarnya bukan hal baru.
Israel telah menerapkan kebijakan serupa selama bertahun-tahun, namun pada awal Ramadhan tahun ini, pemerintah Netanyahu memperketat lagi akses warga Palestina.
Kini, hanya warga Palestina dari Yerusalem Timur dan penduduk Israel keturunan Palestina yang diizinkan mengakses masjid tersebut.
Selain itu, kebijakan baru ini hanya mengizinkan anak-anak berusia di bawah 12 tahun dan orang dewasa yang lebih tua untuk masuk.
Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben Gvir, mengeklaim bahwa pembatasan ini diperlukan untuk menjaga keamanan masjid dan mencegah potensi kerusuhan yang lebih besar.
Ia berpendapat bahwa dengan banyaknya umat Islam yang berbondong-bondong ke Masjid Al-Aqsa selama bulan Ramadhan, akan ada risiko ketegangan yang dapat mengganggu stabilitas.
Apa Pendapat Warga Palestina tentang Kebijakan Ini?
Namun, pandangan warga Palestina sangat berbeda.
Banyak dari mereka menganggap bahwa pembatasan ini merupakan bagian dari kebijakan Israel yang lebih luas untuk menyenangkan kaum Yahudi di Yerusalem Timur dan berusaha menghapus identitas Arab serta Islam di Masjid Al-Aqsa.
Di tengah semua rintangan ini, tidak sedikit warga Palestina yang tetap tegar menjalankan ibadah.
Menurut laporan Anadolu, sekitar 80.000 warga Palestina tetap memutuskan untuk menjalankan shalat Jumat dan iktikaf di Masjid Al-Aqsa pada tanggal 21 Maret 2025.
Bagi rakyat Palestina, Masjid Al-Aqsa bukan hanya sekadar tempat ibadah;
ia juga menjadi simbol perlawanan terhadap pendudukan Israel.
Setiap tahun, terutama selama bulan Ramadhan, masjid ini menjadi pusat konfrontasi antara warga Palestina dan otoritas Israel yang terus berusaha membatasi akses ke sana.
Dengan semangat tak pernah padam, kehadiran 80.000 jemaah di Al-Aqsa meskipun menghadapi berbagai rintangan adalah bukti bahwa perjuangan mereka masih terus berlanjut.
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).