Dipertahankan dalam RUU TNI, Apa Itu Supremasi Sipil?

Dipertahankan dalam RUU TNI, Apa Itu Supremasi Sipil?

Jakarta, Beritasatu.com – Ketua DPR RI Puan Maharani menegaskan bahwa revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI tetap berpegang pada prinsip supremasi sipil. Ia menekankan bahwa prajurit TNI tetap dilarang terlibat dalam dunia bisnis dan politik.

“Kami juga sudah menegaskan bahwa kami, DPR RI dan pemerintah, tetap menegaskan bahwa tetap mengedepankan supremasi sipil, kemudian hak-hak demokrasi, kemudian juga hak asasi manusia, sesuai dengan aturan perundangan di Indonesia dan internasional,” ujar Puan Maharani, dikutip dari Antara, Jumat (21/3/2025).

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa revisi UU TNI yang telah disetujui menjadi undang-undang tetap mempertimbangkan berbagai kekhawatiran publik. Puan berharap masyarakat tidak berprasangka buruk sebelum memahami isi undang-undang tersebut dengan baik.

Apa Itu Supremasi Sipil?

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, supremasi sipil merujuk pada kekuasaan politik yang berada di tangan pemimpin negara yang dipilih rakyat melalui mekanisme pemilihan umum yang demokratis. Dalam konteks ini, TNI harus tunduk pada kebijakan dan keputusan politik yang dibuat oleh presiden melalui mekanisme ketatanegaraan.

Dalam sistem demokrasi, supremasi sipil bertujuan memastikan bahwa militer tetap berada di bawah kendali otoritas sipil. Dengan demikian, keputusan terkait penggunaan kekuatan militer hanya dapat diambil oleh pemimpin sipil, yakni presiden.

Presiden memiliki otoritas tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara sebagai bentuk implementasi supremasi sipil, yang menegaskan bahwa pemerintahan yang dipilih rakyat merupakan perwakilan sah dari kehendak masyarakat.

Model Pengendalian Sipil terhadap Militer

Mengutip jurnal berjudul Intelijen Pertahanan dan Politik Supremasi Sipil yang diterbit di berkas.dpr.go.id,  Samuel P Huntington menjelaskan bahwa pengendalian sipil terhadap militer dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu:

1. Pengendalian sipil objektif (objective civilian control)

Model ini dinilai sebagai cara yang sehat dalam mengontrol militer, di mana profesionalisme militer tetap dijaga dengan proporsi yang seimbang.

2. Pengendalian sipil subjektif (subjective civilian control)

Model ini dianggap kurang sehat karena lebih menitikberatkan kekuatan sipil dibandingkan militer, yang berisiko menimbulkan ketidakseimbangan dan potensi konflik dalam hubungan sipil-militer.

Dengan tetap adanya supremasi sipil pada RUU TNI, stabilitas negara dapat lebih terjaga karena militer tetap fokus pada tugas pertahanan dan keamanan tanpa terlibat dalam politik atau ekonomi. Prinsip ini menjadi elemen penting dalam menjaga demokrasi yang sehat dan pemerintahan yang transparan serta bertanggung jawab kepada rakyat.