Jakarta, Beritasatu.com – Islam di Kamboja, khususnya dalam komunitas Cham mencerminkan dinamika interaksi antara agama dan budaya lokal. Masyarakat muslim Cham mampu menjaga identitas keislaman mereka sambil tetap beradaptasi dengan kearifan lokal, sehingga menciptakan warisan budaya yang kaya dan beraga yang terlihat saat bulan Ramadan.
Meskipun menghadapi berbagai tantangan, mereka terus mempertahankan praktik keagamaan dan tradisi budaya sebagai bagian dari identitas mereka. Secara keseluruhan, hubungan antara Islam dan budaya lokal di Kamboja menunjukkan bagaimana komunitas muslim dapat mempertahankan keyakinannya sambil tetap menghormati serta menyesuaikan diri dengan lingkungan budaya yang lebih luas.
Mayoritas muslim di Kamboja berasal dari komunitas Cham, yang memiliki tradisi dan bahasa khas mereka sendiri. Mereka umumnya bermukim di wilayah pesisir, seperti Provinsi Kampong Cham dan Prey Veng. Meskipun mendapat pengaruh dari budaya lokal, praktik keagamaan mereka tetap berpegang teguh pada ajaran Islam, termasuk salat, puasa, serta perayaan hari besar Islam.
Setelah jatuhnya Kesultanan Champa, banyak orang Cham yang terpaksa pindah ke Kamboja. Mereka mengalami diskriminasi, terutama selama rezim Khmer Merah.
Islam pertama kali masuk ke Kamboja melalui pedagang dan misionaris dari Arab dan India pada abad ke-7. Komunitas muslim pertama yang terbentuk adalah orang Cham, yang berasal dari kerajaan Champa di Vietnam selatan. Setelah penaklukan oleh Vietnam, banyak orang Cham yang pindah ke Kamboja.
Identitas
Komunitas Cham memiliki bahasa, budaya, dan tradisi yang berbeda. Meskipun mereka adalah muslim, mereka mempertahankan banyak elemen budaya asli mereka, termasuk adat istiadat dan pakaian tradisional.
Populasi
Komunitas ini diperkirakan terdiri dari sekitar 200.000 hingga 300.000 orang di Kamboja, tersebar di provinsi seperti Kampong Cham, Prey Veng, dan Takeo. Selama pemerintahan Khmer Merah (1975-1979), banyak orang Cham menjadi korban diskriminasi dan kekerasan. Masjid dihancurkan, dan praktik Islam dilarang. Meskipun begitu, komunitas ini tetap berjuang untuk mempertahankan identitas dan praktik keagamaan mereka.
Masyarakat Cham menjalankan ritual keagamaan sesuai dengan ajaran Islam, seperti salat lima waktu, puasa Ramadan, serta merayakan Idulfitri dan Iduladha.
Dalam perayaan-perayaan tersebut, mereka sering menggabungkan tradisi lokal, seperti menyajikan hidangan khas Kamboja, yang mencerminkan perpaduan antara Islam dan budaya setempat.
Masjid berperan sebagai pusat kehidupan sosial dan keagamaan, dengan banyak di antaranya mengadopsi arsitektur lokal yang mencerminkan identitas Cham.
Upacara pernikahan juga menggabungkan elemen budaya Cham, seperti penggunaan pakaian tradisional dan ritual adat, yang tetap selaras dengan nilai-nilai Islam.
Integrasi Budaya
Kearifan lokal di Kamboja terlihat dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Cham, termasuk tradisi pertanian, seni, dan adat istiadat yang selaras dengan ajaran Islam.
Misalnya, dalam upacara pernikahan, unsur budaya Cham tetap hadir berdampingan dengan ritual Islam.
Dalam kehidupan sehari-hari, nilai-nilai seperti gotong royong dan penghormatan kepada orang tua menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas muslim Cham, mencerminkan harmoni antara tradisi lokal dan keyakinan agama.
Gotong royong sangat dijunjung tinggi, terlihat dalam kerja sama mereka dalam bidang pertanian serta pembangunan komunitas, yang sejalan dengan nilai-nilai Islam.
Selain itu, penghormatan terhadap orang tua dan leluhur merupakan prinsip kuat dalam budaya Cham, seiring dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya berbakti kepada keluarga.
Seni pertunjukan seperti musik dan tari Cham sering mencerminkan tema-tema keagamaan dan kultural, menciptakan bentuk seni yang unik yang mencerminkan identitas ganda mereka sebagai muslim dan orang Cham.
Kerajinan, seperti tenun dan ukiran, sering menampilkan simbol-simbol Islam serta motif tradisional Cham, menunjukkan perpaduan antara keduanya. Seni dan kerajinan dapat ditemui seperti musik dan tari, sering mencerminkan perpaduan antara tradisi Islam dan budaya Kamboja, menciptakan bentuk ekspresi yang unik.
Perpaduan budaya Islam dan kearifan lokal di Kamboja, terutama dalam komunitas Cham, menunjukkan integrasi yang unik. Makanan, pakaian, dan tradisi keagamaan sering kali mencerminkan perpaduan antara nilai-nilai Islam dan budaya lokal.
Namun, ada risiko bahwa pengaruh globalisasi dapat mengikis tradisi ini, terutama di kalangan generasi muda yang lebih terpapar budaya luar.
